Aku menemukanmu berbaring di kamarku yang kosong saat aku pulang
dengan kamera dan kepala berisi orang-orang murung yang tidak kukenal
Kau sedang menyimak lagu yang selalu kau putar
Buku cerita yang belum kelar kau baca telungkup bagai bayi tidur di dadamu
Tidak sopan katamu, mengerjakan hal lain sambil menyimak kesedihan dinyanyikan
Akhirnya kau hilang
Meninggalkan aku—dan kenangan kini satu-satunya masa depan yang tersisa
Ilustrasi kumpulan puisi Aan Mansyur
Selain puisi Aan Mansyur tentang cinta, puisi tentang orang tua dan kehidupan juga banyak diciptakan Aan Mansyur.
Aku hidup di antara orang-orang yang memilih
Melakukan usaha lebih keras untuk menyakiti orang lain
daripada menolong diri sendiri
Aku ingin pulang ke dapur ibuku
Melihatnya sepanjang hari tidak bicara
Aku ingin menghirup seluruh kebahagiaannya
yang menebal jadi aroma yang selalu membuat anak kecil dalam diriku kelaparan
Aku ingin hidup dan diam bersama ibuku
Aku akan menyaksikan ia memetik sayur di kebun kecilnya
di halaman belakang untuk makan malam yang lengang
Aku ingin membiarkannya tersenyum menatapku makan tanpa bernapas
Aku ingin melihat ibuku tetap muda dan mudah tersenyum
Aku ingin menyimak seluruh kata yang tidak ia ucapkan
Aku ingin hari-harinya sibuk menebak siapa yang membuatku tiba-tiba suka bernyanyi di kamar mandi
Puisi tidak menyelamatkan apa pun
Namun memberi keberanian membuka jendela dan pintu pada pagi hari
Menyeret kakiku menghadapi dunia yang meleleh
di jalan-jalan kota yang tidak berhenti berasap
Puisi tidak menyelamatkan apa pun
Namun dari matanya kulihat seekor anjing berjalan menuntun seorang pria tua buta di taman
Dari hidungnya kuhirup ladang-ladang jauh
yang tumpah sebagai parfum mahal di pakaian orang asing
Dari telinganya kusimak musik dari getar senar gitar para imigran bernasib gelap
Puisi tidak menyelamatkan apa pun
Namun jari-jarinya menyisir rambutku yang dikacaukan cuaca
Sepasang lengannya memeluk kegelisahanku
Tubuh ayahku kumakamkan di punggungnya yang bersayap
Tanah kelahiranku memanggil-manggil di suaranya yang sayup
Dan, di lembap bibirnya kukecap senyummu
Berulang kali setiap redup dan berharap
Semua perihal diciptakan sebagai batas
Membelah sesuatu dari sesuatu yang lain
Hari ini membatasi besok dan kemarin
Besok batas hari ini dan lusa
Jalan-jalan memisahkan deretan toko dan perpustakaan kota
Bilik penjara dan kantor walikota
Juga rumahmu dan seluruh tempat di mana pernah ada kita
Bandara dan udara memisahkan New York dan Jakarta
Resah di dadamu dan rahasia yang menanti di jantung puisi ini dipisah kata-kata
Begitu pula rindu, hamparan laut dalam antara pulang dan seorang petualang yang hilang
Seperti penjahat dan kebaikan dihalang uang dan undang-undang
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: