"Komunitas kita kan dari berbagai perusahaan ojol yang ada di Jember. Keinginannya sih, keamanan kami dari perusahaan agar lebih diperhatikan apalagi kami perempuan," katanya.
Fera Kurniawati (25), anggota lainnya, juga punya cerita serupa. Ia berasal dari Desa Klungkung, Sukorambi, dan menjadi driver ojol sejak ditinggal suaminya. Kini, ia menghidupi anaknya seorang diri.
“Saya janda satu orang anak. Sehari-hari ya bekerja ngojek online ini. Karena kondisi, anak saya sering ikut saya ngojek. Ya bagaimana lagi, karena di rumah tidak ada yang jaga, juga gak bisa ditinggal. Jadi sambil bekerja saya ajak,” cerita Fera.
Driver ojol perempuan di Jember, Jawa Timur.
Kadang, saat hujan turun dan orderan dibatalkan, Fera merasa sedih dan lelah. Tapi ia tetap melanjutkan perjalanan hidupnya, membawa anak dan semangat yang tidak padam.
“Kalau hujan, anak gak saya ajak. Tapi kalau tidak hujan ya saya ajak, juga kepikiran kalau masuk angin. Ya dipakaikan jaket itu,” tambahnya.
Muizzatuz Zulfa (30), anggota lainnya, punya cerita yang sedikit berbeda. Ia mengenal suaminya saat sama-sama menjadi driver ojol. Kini mereka membagi peran sebagai pasangan yang sama-sama mencari nafkah dari jalanan.
“Saya ojol sudah lama, sejak sebelum Covid. Suami saya juga sama. Saat itu kita sama-sama single. Ketemu karena sama-sama punya kelompok dan bertemu. Akhirnya menikah,” ucap Zulfa.
Kini, ia memilih hanya mengambil penumpang di sekitar rumah di Ajung, sementara suaminya beroperasi di wilayah yang lebih luas.
Mereka punya harapan besar, dengan mengumpulkan cukup modal untuk membuka usaha sendiri di masa depan.
"Istri gak masalah, tapi kepikiran juga karena sudah berkeluarga. Juga khawatir banyak hal di jalan. Kan cari makan di jalan berat," kata Ahmad Humaidi (31), suami Zulfa, yang kini menjadi ayah dari satu anak berusia 1,5 tahun.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Liputan