Kolase foto Herry Wirawan dan ilustrasi bayi. (Foto: Antara)
Selain menuntut Herry Wirawan dengan hukuman mati, jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat juga menuntut agar seluruh aset milik Herry disita dan dilelang untuk biaya hidup para santriwati yang diperkosanya dan bayi-bayi yang dilahirkan dari para korban.
Kepala Kejati Jawa Barat sekaligus JPU dalam kasus itu, Asep N Mulyana mengatakan untuk melakukan pelelangan, jaksa menuntut agar izin yayasan pondok pesantren Herry dibekukan dan dicabut. Kemudian aset dan kekayaan Herry dirampas untuk disita.
"Yang disita untuk dilelang, dan diserahkan ke negara atau Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yang selanjutnya digunakan biaya sekolah anak-anak (korban) plus bayi-bayinya, dan kehidupan kelangsungan daripada mereka," kata Asep di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (11/1/2022).
Jaksa juga menuntut Herry untuk membayar denda sebesar Rp500 juta subsider satu tahun penjara dan juga dituntut membayar restitusi sebesar Rp331 juta untuk para korban.
Para korban sendiri saat ini tidak diketahui tinggal di mana dan bagaimana kehidupan mereka usai menjadi korban keganasan Herry.
Namun menurut istri Herry, NA, para korban sempat takut untuk membocorkan kelakuan bejat Herry hingga membuat kasus ini baru terungkap setelah lima tahun berlangsung.
Pada tahun 2018, seorang santriwati menyampaikan pada Na, 'Bu, saya belum haid'. Saat itu, NA tidak berpikir bahwa santriwatinya itu hamil. Ia malah memberi santriwatinya itu obat pelancar haid.
"Kata saya, 'coba minum ini'. Saya enggak berpikiran macam-macam. Kalau dibilang bodoh ya terlalu polos, ya Allah," kata NA sambil menangis, dalam wawancara bersama Saeful Zaman dalam tayangan YouTube, disimak Indozone pada Rabu (22/12/2021).
Seiring berjalannya waktu, NA pun tahu bahwa santriwatinya itu hamil. Saat ia mengetahui hal itu, dirinya sendiri juga sedang hamil.
"Saya juga sedang hamil anak kedua. Jadi samaan hamilnya. Pas saya diperiksa 8 bulan, diperiksa bidan yang sama, bidan itu yang bilang. Saya syok, nangis. Mulai dari saya hamil itu enggak diantar (oleh Herry)," NA menambahkan.
Herry memperkosa para korban di apartemen, hotel, hingga di kamar di pesantren itu sendiri.
Dalam melancarkan aksinya, Herry selalu mengiming-imingi korban dengan janji akan membiayai kuliah korban hingga janji membuat korban menjadi polwan. Tak cuma itu, Herry juga selalu melontarkan janji manis kepada korban, yakni janji akan menikahi dan merawat bayi mereka.
"Biarkan dia lahir ke dunia. Bapak bakal biayai sampai kuliah, sampai dia sudah mengerti, kita berjuang bersama-sama," kata Herry sebagaimana tertulis dalam dakwaan.
Terhadap korban yang tak mau menurutinya, Herry selalu mengancam dengan berbagai doktrin. Salah satunya perihal guru harus selalu ditaati.
"Guru itu 'salwa zahra atsilah'. Kamu harus taat pada guru," demikian salah satu bentuk doktrin yang ia sampaikan kepada para korban.
Selain itu, Herry juga selalu menenangkan korban yang mulai cemas atas apa yang sudah menimpa mereka.
"Jangan takut. Enggak ada seorang ayah yang akan menghancurkan masa depan anaknya," kata Herry sebagaimana tertulis dalam berkas dakwaan.
Sebelumnya diberitakan, Herry dituntut hukuman mati oleh JPU dalam sidang yang berlangsung hari Selasa (11/1/2022).
"...menuntut terdakwa (Herry) dengan hukuman mati," ucap Kepala Kejati Jabar, Asep N Mulyana saat menyampaikan dakwaan.
Menurut jaksa, tuntutan tersebut didasarkan pada perbuatan Herry yang tega memperkosa pada santriwatinya berkali-kali sejak 2016, hingga hamil dan melahirkan.
"Kami pertama menuntut terdakwa dengan hukuman mati. Sebagai bukti, sebagai komitmen kami untuk memberikan efek jera kepada pelaku," kata Asep.
Menurut Asep, pertimbangan hukuman mati itu diberikan karena kejahatan Herry itu dilakukan kepada anak asuhnya ketika dirinya memiliki kedudukan atau kuasa sebagai pemilik pondok pesantren.
"Perbuatan terdakwa itu bukan saja berpengaruh kepada kehormatan fisik, tapi berpengaruh ke psikologis dan emosional para santri keseluruhan," tuturnya.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: