INDOZONE.ID - Kebaya janggan, salah satu busana tradisional yang sarat nilai budaya, memiliki kaitan erat dengan lingkungan Kraton Yogyakarta.
Lebih dari sekadar pakaian, kebaya ini menjadi simbol status sosial, identitas, dan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Jawa.
Tak hanya itu, kebaya janggan juga dipercaya pernah dikenakan oleh istri Pangeran Diponegoro, menjadikannya bagian dari sejarah perjuangan bangsa.
Baca Juga: Makna Kebaya Emas yang Digunakan Puan Maharani di Sidang Tahunan MPR-DPR RI
Berikut beberapa fakta tentang kebaya janggan yang sarat makna.
Kebaya janggan memiliki desain tertutup dari leher hingga kaki, dengan 21 kancing yang memiliki posisi dan makna simbolis, 6 di leher, 2 di dada, dan 5 di masing-masing lengan.
Kebayaini terbuat dari kain berwarna hitam atau bermotif kembang batu. Warna hitam mencerminkan kesederhanaan dan identitas sosial pemakainya.
Hanya abdi dalem perempuan tertentu, seperti keparak, wiyaga putri, pesinden, dan punakawan perempuan yang diperbolehkan mengenakan kebaya ini.
Kebaya janggan melambangkan hierarki sosial di Kraton Yogyakarta, dengan aturan yang mengatur siapa saja yang dapat memakainya, terutama dalam acara resmi seperti Hajad Dalem Ngabekten.
Kata "janggan" berasal dari "jangga," yang dalam bahasa Jawa berarti menutupi, mencerminkan fungsi busana ini sebagai penutup tubuh.
Baca Juga: Jelang Perayaan Hari Kebaya Nasional, Simak Asal-usul hingga Simbol Identitas Kebudayaan
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Journal Of Social Research