Saat ini, semua orang pasti memiliki smartphone baik itu untuk berkomunikasi dengan keluarga hingga teman-teman atau sekedar digunakan untuk belajar dan membuat konten.
Salah satu Aplikasi yang umum dimiliki banyak orang khususnya di Indonesia ialah WhatsApp. WhatsApp adalah aplikasi bertukar pesan dan panggilan yang sederhana serta aman.
Karena WhatsApp digunakan untuk bertukar pesan, tak heran kalau setiap orang punya grup WhatsApp keluarga. Grup WhatsApp keluarga ini tentunya berisi keluarga besar yang memiliki pemikiran yang berbeda-beda.
Baca juga: Peduli Kesehatan Mental, Awkarin dan Jerren Lim Mau Bikin Platform Khusus
Tapi, memiliki grup WhatsApp keluarga tentu tak selamanya menyenangkan, karena ini justru bisa mempengaruhi kesehatan mental seseorang.
Grup WhatsApp keluarga yang umumnya didominasi oleh para orang tua, tentu memiliki pemikiran yang berbeda dengan para anak muda yang ada di grup WhatsApp keluarga.
Tak hanya itu, orang yang lebih tua juga mudah termakan berita hoax, karena mereka kurang melek teknologi. Pokok pembicaraan orang tua juga lebih berat bahkan kadang terbilang sensitif seperti agama, rasisme, politik, sampai masalah anggota keluarga lainnya.
Perbedaan pandangan ini pula yang sering kali membuat para anak muda malas membalas pesan grup WhatsApp keluarga. Beberapa orang tua juga kadang melontarkan pertanyaan yang sensitif. Hal-hal seperti ini secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan mental seseorang.
Menurut sebuah penelitian dari American Psychological Association mengungkapkan bahwa seseorang yang sering melihat pesan atau email pada handphone atau komputer rentan mengalami stres. Hal ini karena informasi yang muncul di handphone atau komputer rentan menimbulkan kegelisahan hingga gangguan mental.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: