Ilustrasi perempuan depresi. (Freepik)
Pada setiap kasus yang melibatkan atau dilakukan oleh orang yang mengalami depresi atau gangguan mental, selalu saja ada orang yang berkomentar pedas dengan mengatakan "kurang iman", atau mengaitkannya dengan kadar keimanan penderita gangguan mental tersebut.
Tak terkecuali dalam kasus Kanti Utami (35 tahun), seorang ibu yang menggorok tiga anak kandungnya sendiri hingga salah satunya meninggal dunia di Tonjong, Brebes, pada Minggu (20/3/2022).
Tak sedikit warganet yang mengecam tindakan Kanti karena dinilai tega membunuh anaknya yang tak bersalah, lantas mengaitkannya dengan keimanan dan agama.
Hal tersebut sungguh sangat disayangkan dan sudah saatnya diakhiri. Penderita gangguan mental tidak boleh dihakimi dengan mengait-ngaitkannya dengan keimanan.
Dilansir halodoc, memang, dalam beberapa kasus, spiritualitas memang dapat memberikan kontribusi terhadap kesehatan mental.
Beberapa orang yang pernah melewati masa-masa sulit sehububgan dengan kesehatan mental, mengakui bahwa aktivitas spiritual dapat bermanfaat dalam memulihkan mental mereka.
Namun, itu tidak berarti bahwa gangguan mental semata-mata berkaitan dengan keimanan seseorang.
Banyak faktor lainnya yang dapat membuat seseorang sulit untuk menghadapi tekanan yang berat sehingga mengalami depresi. Bahkan dalam tingkatan dan keadaan tertentu, keimanan justru tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan kemampuan seseorang menghadapi tekanan.
Tidak semua penelitian yang meneliti hubungan antara aktivitas spiritual atau religius dengan kesehatan mental selalu memberikan manfaat.
Sebaliknya, semua itu tergantung pada cara seseorang untuk mengekspresikan kepercayaannya. Contohnya, peningkatan masalah kesehatan mental sering ditemukan pada seseorang yang memiliki pendidikan agama yang ketat.
Alih-alih menghakimi seseorang dengan gangguan mental dengan mengatakan "dasar kurang iman", lebih baik kamu belajar untuk meningkatkan kemampuan dalam berempati.
Menurut Psikolog Tika Bisono, Rasa empati serta keinginan untuk membantu orang lain saat dilanda depresi adalah ciri dari mental yang sehat, termasuk kemampuan untuk berpikir rasional pada batas kemampuan diri sendiri.
"Orang yang katanya sehat mental itu dikatakan sehat ketika dia sensitif terhadap lingkungannya yang sedang mengalami gangguan," kata Tika, dikutip dari Antara.
Penderita depresi bisa mengakses layanan profesional contohnya di bagian Bimbingan Konseling (BK) di sekolah, Human Resource Departement (HRD) di perusahaan, bahkan fasilitas konseling di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA).
Proses pemulihan depresi tergantung pada kasus serta level trauma yang dialami. Selain itu juga ditentukan oleh psikolinguistik dalam mempelajari faktor-faktor psikologis dan neurobiologis yang memungkinkan klien memahami bahasa.
Kasih Sayang Suami Kunci Kesehatan Mental Seorang Ibu Agar Tak Depresi hingga Bunuh Anak
Pelajaran dari Kasus Kanti Utami: Ibu yang Kurang Dukungan Suami Rentan Alami Depresi
Ciri-Ciri Seorang Ibu Mengalami Gangguan Mental hingga Depresi, Jangan Diabaikan!
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: