Ilustrasi pasien dipasang infus.
INDOZONE.ID - Terapi infus merupakan metode pemberian obat atau cairan melalui jarum atau kateter. Teknik ini digunakan untuk memberikan obat yang tidak dapat dikonsumsi secara oral, atau yang perlu diberikan dalam laju yang terkontrol.
Berikut, pembahasan lebih dalam tentang apa itu terapi infus, bagaimana cara kerjanya, serta kondisi medis apa saja yang dapat ditangani dengan metode ini.
Dikutip dari Healthline, terapi infus adalah proses pemberian obat melalui jarum atau kateter, yang umumnya dilakukan secara intravena (IV). Selain IV, terapi infus juga dapat dilakukan melalui metode lain, seperti:
Beberapa jenis obat ada yang tidak dapat dikonsumsi secara oral, karena kehilangan efektivitasnya setelah melewati sistem pencernaan. Dalam kasus seperti ini, terapi infus menjadi alternatif terbaik.
Selain itu, terapi ini juga digunakan ketika pasien tidak dapat mengonsumsi obat secara oral. Jika kamu pernah dirawat di rumah sakit dan mendapatkan cairan infus untuk menjaga hidrasi atau menerima obat dengan cepat, itu adalah bentuk terapi infus.
Contoh lain adalah pompa insulin yang mengalirkan insulin ke bawah kulit secara teratur. Terapi infus juga dapat digunakan untuk memberikan nutrisi serta berbagai jenis obat, seperti:
Selain itu, terapi infus sering digunakan untuk pengobatan kondisi darurat yang membutuhkan obat dalam aliran darah dengan cepat, seperti:
Baca Juga: 5 Cara Mengatasi Bengkak Akibat Tangan di-Infus, Efektif!
Ilustrasi alat untuk terapi infus.
Terapi infus banyak digunakan dalam pengobatan kanker, khususnya kemoterapi. Beberapa obat kemoterapi hanya dapat diberikan melalui infus, untuk memastikan obat langsung masuk ke dalam aliran darah.
Namun, terapi infus juga digunakan untuk berbagai kondisi lainnya, seperti:
Beberapa kondisi spesifik yang memerlukan terapi infus meliputi:
Terapi infus biasanya dilakukan di fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit, klinik dokter, pusat infus, atau bahkan di rumah dengan bantuan tenaga medis terlatih.
Setiap sesi terapi infus memerlukan penyuntikan jarum baru.
Jika pasien membutuhkan terapi jangka panjang, dokter mungkin akan menyarankan pemasangan garis sentral (central line) yang dimasukkan ke dada, lengan, leher, atau selangkangan dan dapat bertahan dalam waktu lama.
Alternatif lain adalah pemasangan port di bawah kulit yang memungkinkan akses lebih mudah ke pembuluh darah tanpa perlu penyuntikan berulang.
Selama terapi berlangsung, tenaga medis akan melakukan pemantauan ketat. Jika terapi memakan waktu lama, biasanya akan digunakan alat kontrol untuk memastikan pemberian obat berlangsung dengan aman, dan dalam dosis yang tepat.
Sebelum prosedur dimulai, tenaga medis akan melakukan pemeriksaan untuk memastikan:
Jarum kemudian akan dimasukkan ke dalam port atau pembuluh darah, lalu dihubungkan dengan kantong infus berisi obat. Cairan obat akan menetes perlahan ke dalam aliran darah.
Lama terapi bervariasi, mulai dari 30 menit hingga beberapa jam, tergantung jenis obat dan kondisi pasien.
Baca Juga: Manfaat Menggunakan Infus Vitamin di Rumah yang Jadi Tren Masyarakat Modern Sejak Pandemi
Ilustrasi seseorang sedang menjalani pengobatan dengan terapi infus.
Meskipun terapi infus umumnya aman, tetap ada risiko yang perlu diperhatikan, terutama bagi pasien yang sering menjalani terapi ini. Beberapa risiko yang mungkin terjadi meliputi:
Selain itu, setiap obat yang diberikan melalui infus dapat menimbulkan efek samping, terutama pada pemberian pertama kali. Reaksi infus yang mungkin terjadi meliputi:
Jika mengalami reaksi tersebut, pasien harus segera memberi tahu tenaga medis, untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Meskipun memiliki risiko, terapi ini umumnya dilakukan oleh tenaga medis yang terlatih, dan dipantau secara ketat untuk memastikan keamanan pasien.
Jika kamu perlu menjalani terapi infus, konsultasikan dengan dokter mengenai manfaat, risiko, dan cara terbaik untuk menjalaninya secara aman.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Healthline