Jumat, 11 MARET 2022 • 13:25 WIB

Aktivis Lingkungan Bentangkan Spanduk 'Tolak Kopi Sachetan' di Surabaya, Apa Maksudnya?

Author

Sejumlah aktivis lingkungan membentangkan spanduk bertulisan

Sejumlah aktivis lingkungan yang tergabung dalam komunitas peduli lingkungan berkelanjutan (CO ENSIS) dan Ecoton, menggelar aksi bersih-bersih lingkungan di Sungai Kalimas Surabaya, Jawa Timur, Kamis (10/3/2022).

Mereka menyusuri sungai dengan perahu sambil memunguti sampah-sampah plastik yang tersangkut maupun yang mengambang.

Hanya dalam waktu satu jam, mereka sudah mengumpulkan satu kotak sampah plastik berbagai bentuk dan ukuran.

Selain memunguti sampah plastik, mereka juga membentangkan spanduk yang telah mereka siapkan. Salah satu spanduk yang mereka bentangkan bertulisan 'Tolak Kopi Sachetan'.

Apa maksud para aktivis lingkungan tersebut membentangkan spanduk demikian?

Sekilas, jika orang yang tak mengetahui siapa mereka dan apa konteksnya, apa yang mereka lakukan kemungkinan akan disalahpahami. Seolah-olah, mereka sedang mengajak orang-orang untuk mengonsumsi kopi yang bukan sachetan.

Dan jika bicara soal "lawan" dari kopi sachetan, secara umum orang akan merujuk kepada kopi seduh atau kopi asli, yang secara umum dibuat oleh barista di kafe-kafe (meski kenyataannya masih banyak alternatif kopi lain selain itu).

Kemasan Sachet Mencemari Lingkungan

Sejumlah aktivis lingkungan membentangkan spanduk bertulisan "Tolak Kopi Sachetan" di atas perahu di Sungai Kalimas Surabaya, Jawa Timur, Kamis (10/3/2022).(ANTARA/Didik Suhartono)

Namun, maksud dari para aktivis lingkungan itu sama sekali bukan soal selera kopi. Mereka membentangkan spanduk bertulisan demikian semata-mata soal bukti kepedulian mereka terhadap lingkungan. Mereka mengajak masyarakat mengurangi pengunaan plastik sekali pakai.

Ya, selain spanduk bertulisan 'Tolak Kopi Sachetan', mereka juga membentangkan spanduk lainnya bertulisan , 'Sachetmu Mencemari Sungaiku', 'Plastik Tak Kasat Mata, Bahaya Mengancam Nyata', dan 'Kali Surabaya Tercemar Fosfat dan Klorin'.

Selain di Sungai Kalimas, spanduk itu juga mereka bentangkan di pinggir jalan di depan Hotel Novotel di Jalan Ngagel, Surabaya.

Dilansir Disway, kemasan menjadi masalah dunia. Berdasarkan laporan Condor Ferries, ada 12,7 juta ton sampah plastik di lautan setiap tahun. Tiongkok jadi penyumbang terbesar, yakni 3,53 juta ton atau 29 persen sampah plastik di laut. Dan Indonesia ada di posisi kedua dengan sumbangan sampah 21 persen.

Sepertiga sampah di lautan berupa kemasan plastik. Hampir setengah produk plastik kemasan multilayer sekali pakai, sulit didaur ulang karena strukturnya yang berlapis-lapis.

Dalam satu dekade terakhir, pemakaian kemasan sachet memang makin meningkat. Diperkirakan, 101 juta sachet multilayer terbuang setiap hari di ASEAN. Sampah kopi sachet dan jus menyumbang 21 persen. Para peneliti memperkirakan penjualan kemasan sachet mencapai 1,3 triliun unit pada 2027 yang akan makin mencemari lautan dan sungai.

”Memang paling praktis, tapi ada kerusakan lingkungan yang harus kita bayar,” ujar Koordinator Co Ensis (Community of Environment Sustainable) Ananta Putra Karsa. Kemasan sachet terdiri atas lapisan luar, perekat, pelindung udara, hingga lapisan dalam.

Mengandung Senyawa Kimia Berbahaya

Sejumlah aktivis lingkungan membentangkan spanduk bertulisan "Tolak Kopi Sachetan" di atas perahu di Sungai Kalimas Surabaya, Jawa Timur, Kamis (10/3/2022).(ANTARA/Didik Suhartono)

Plastik sachet memiliki kandungan senyawa kimia yang berbahaya seperti phthalate sebagai zat pemlastis, dioksin, senyawa berflourinasi, BFRs (brominated flame retardants), bisphenols A, dan lain-lain. Kemasan itu banyak di pakai di area perdesaan. Sampah dari hulu terbawa sampai ke Surabaya dan berakhir di lautan. 

Co Ensis melakukan penelitian mikroplastik di air, sedimen, dan biota air Sungai Brantas pada Februari-Maret 2022. Mereka mengambil sampel dari sembilan titik, yakni, Jembatan Lama Ploso, Kawasan Industri Ploso, Dam Karet Menturus, Kesamben, Gedeg, Jembatan Gajah Mada, Perning, Legundi, dan Driyorejo.

Co Ensis menemukan bahwa semua sampel air, sedimen, dan biota terkontaminasi mikroplastik dengan jumlah total 7.540 partikel. Rata-rata kelimpahan mikroplastik pada air permukaan sebesar 207 partikel per 100 liter. Sedangkan pada kolom perairan sebesar 314 partikel per 100 liter. Sedangkan pada sedimen rata-rata kelimpahannya 83 partikel per 50 gram.

Biota Sungai Brantas sudah terkontaminasi mikroplastik. Terutama ikan yang dikonsumsi masyarakat. Rata-rata tingkat kelimpahannya mencapai 159 partikel per ekor.

Mereka meminta BBWS Sungai Brantas turun tangan untuk pembersihan sungai bersama pemda setempat. Produsen penghasil plastik juga harus bertanggung jawab menarik kembali sampah produksinya seperti amanat undang-undang. 

”Masyarakat juga harus didampingi untuk pemilahan sampah,” tegas Ananta.

Artikel Menarik Lainnya:

Katanya Cinta Alam, Pendaki di Gunung Merbabu Kok Tinggalkan Banyak Sampah Plastik?

Protes Aktivis Lingkungan Terhadap Pernyataan Presiden Jokowi di COP26, Ini Foto-fotonya

Kesalahan yang Biasa Terjadi saat Seduh Kopi Sachet

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: