Selasa, 12 APRIL 2022 • 05:15 WIB

5 Fakta Limbah Fashion yang Jadi Industri Paling Berpolusi Kedua di Dunia

Author

Ilustrasi perempuan shopping. (Freepik/ASphotofamily)

UN Conference of Trade adn Development (UNCTD) 2019 mengungkapkan bahwa fashion adalah industri paling berpolusi kedua di dunia, selain hindustri perminyakan. Artinya, fashion jadi penyumbang polusi terbesar.

Jumlah emisi karbon dari industri fashion lebih besar daripada total emisi yang dihasilkan dari gabungan industri jasa pengiriman dan penerbangan. Ini berarti industri fashion berperan besar dalam mendorong terjadinya perubahan iklim.

Untuk saat ini mungkin dampaknya tidak terlalu terasa. Namun, di masa mendatang tidak menutup kemungkinan bahwa generasi muda akan menjadi yang paling terdampak oleh iklim tersebut.

Karena itu, dengan tujuan untuk melibatkan mereka dalam aksi memperlambat perubahan iklim melalui tindakan nyata yang sederhana, pada 2020 The Partnership for Governance Reform atau yang biasa disebut KEMITRAAN menggagas gerakan Generasi Nol Emisi. 

“Kecenderungan generasi muda mengonsumsi fast fashion kemudian mendorong Generasi Nol Emisi meluncurkan kampanye #MakinBelelMakinNyaman melalui media sosial pada awal 2022,” kata Dewi Rizki, Program Director for Sustainable Governance Strategic KEMITRAAN dalam press rilis yang diterima Indozone pada Jumat (8/4/2022).

Kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya limbah fashion dengan tetap merawat pakaian-pakaian lama.

Dianggap industri paling banyak menghasilkan polusi, berikut fakta-fakta limbah fashion:

1. Berbagai rupa limbah fashion

Limbah fashion terdiri dari berbagai bentuk, di antaranya limbah cairan. Dua puluh persen limbah cairan di dunia berasal dari industri fashion.

Pewarnaan tekstil menjadi polutan air terbesar kedua di dunia, karena sisa air dari proses pewarnaan sering kali dibuang ke selokan dan sungai. Padahal, limbah ini mengandung zat-zat sisa pewarna kimia sintetis yang berbahaya bagi lingkungan.

Baca juga: Industri Fashion Berkomitmen Tekankan Emisi Karbon, Ikuti Program Ini

Limbah fashion juga bisa berupa sisa kain dari produksi pakaian di pabrik berskala kecil dan besar, serta pakaian tak terpakai yang kita buang

2. Berdampak pada krisis iklim

Emisi karbon yang sangat besar dari industri fashion terjadi pada setiap tahap rantai pasokan fashion dan siklus produk. Tetapi, 70% emisi karbon berasal dari kegiatan hulu, seperti produksi dan pemrosesan bahan mentah.

Tak hanya itu, dampak fashion terhadap krisis iklim antara lain juga terkait dengan air, bahan kimia, penggundulan hutan, limbah tekstil, serta mikroplastik yang tidak bisa terurai secara alami.

Salah satu sumber terbesar mikroplastik adalah serat tekstil. Saat ini 63% pakaian terbuat dari kain sintetis atau campuran. Industri fashion juga menyerap begitu banyak sumber daya air.

3. Fast fashion punya andil besar

Dari tahun ke tahun konsumsi produk pakaian terus meningkat. Salah satu penyebabnya adalah budaya fast fashion yang memproduksi berbagai model dalam waktu sangat singkat, serta menggunakan bahan baku yang buruk dan murah.

Karena harganya yang murah dan modelnya sedang tren, banyak anak muda yang tertarik untuk membeli pakaian dari merek-merek fast fashion tersebut.

4. Perilaku konsumen ikut berperan

Dinda mengakui, dulu dia bisa belanja baju baru setiap hari. Meskipun, pada akhirnya baju itu hanya terpakai satu-dua kali saja, lalu tersimpan rapi di lemari tanpa pernah tersentuh lagi.

Hingga suatu ketika, ia merasa kamarnya terasa begitu sesak oleh dua lemari besar yang penuh sekali berisi baju, dan baju barunya tidak cukup lagi disimpan dalam lemari tersebut.

Kebiasaan buruk tersebut membuat dirinya tersadar hingga akhirnya ia memutuskan untuk mengubah kebiasaan tersebut.

5. Limbah fashion bisa ditekan

Selain mengurangi belanja produk fashion, ada beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk meminimalkan limbah fashion. Yang paling sederhana adalah mendonasikan pakaian lama yang masih layak pakai kepada mereka yang membutuhkan. 

Karena koleksi bajunya sudah begitu banyak, Dinda mempunyai ide untuk mengajak teman-temannya mengadakan garage sale.

Setengah dari hasil penjualan didonasikan kepada orang yang memerlukan. Dan, rupanya, pakaian tak terpakai di rumahnya bukan hanya milik dia sendiri, melainkan juga milik ibunya.

Artikel Menarik Lainnya:

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: