INDOZONE.ID - Wanita Indonesia pasti tidak asing dengan nama Raden Dewi Sartika. Dia adalah satu pelopor pendidikan kaum wanita Indonesia yang berasal dari Bandung, Jawa Barat.
Sama halnya dengan R.A Kartini, Dewi Sartika sama-sama berjuang memberikan pendidikan dan pengajaran kepada sesama perempuan.
Tujuan dari pendidikan yang diusung Dewi Sartika adalah untuk menyejajarkan perempuan setara dengan laki-laki.
Posisi Perempuan di Masa Kolonial
Pada saat itu, pendidikan di Hindia Belanda, nama Indonesia di masa penjajahan Belanda, hanya fokus untuk kaum laki-laki.
Dalam memperjuangkan hak mereka untuk mendapatkan pendidikan, perempuan tidak memainkan peran penting untuk memperoleh gelar.
Baca Juga: Kontribusi Nyi Hadjar Dewantara bagi Gerakan Perempuan Masa Kolonial
Perempuan selalu dipandang lemah karena dianggap memiliki takdir untuk menjadi ibu rumah tangga, hanya untuk mengurus dapur dan melayani suami serta anak-anaknya.
Karena itulah, akhirnya Dewi Sartika mendirikan “Sakola Istri” di Bandung, terlepas dari semua pembatasan yang ada pada saat itu.
Pendirian Sakola Istri
Sakola Istri menjadi institusi yang unik bagi para perempuan Bumiputera atau Nusantara.
Ini memicu keinginan para perempuan Tanah Air untuk berpikir maju dan memberikan bukti nyata dalam perjuangan untuk kebebasan perempuan Indonesia.
Dalam upaya memajukan pendidikan dan keterampilan perempuan, Dewi Sartika mendirikan Sakola Istri di Bandung, Jawa Barat, pada tahun 16 Januari 1904.
Sakola Istri merupakan sekolah pertama di Hindia Belanda untuk pendidikan kaum perempuan.
Pengajaran di Sakola Istri
Selain pendidikan dasar, Sakola Istri juga mengajarkan perempuan keterampilan praktis seperti membaca, menulis, matematika, menjahit, dan keterampilan rumah tangga lainnya yang akan membantu mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Baca Juga: Tantangan Organisasi Perempuan Sebelum Kemerdekaan Indonesia
Insiatif ini merupakan langkah awal menuju kebebasan dan pemberdayaan perempuan Indonesia.
Pemerintah Hindia Belanda yang kemudian menyadari pentingnya pendidikan bagi perempuan dengan mendukung upaya Dewi Sartika untuk mendirikan Sakola Istri.
Ketika Sakola Istri berganti nama menjadi Sakola Kautamaan Istri pada tahun 1910, sekolah ini akhirnya berkembang dan menjadi model bagi pendirian sekolah-sekolah serupa di daerah lain.
Menurut Dewi Sartika, seorang perempuan harus mampu mandiri dan tidak bergantung pada suaminya, seperti yang biasa terjadi.
Oleh karena itu, perempuan harus memiliki pendidikan yang baik agar dapat menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan sehari-hari.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Buku Peranan Wanita Indonesia Dalam Masa Pergerakan Nasional