Minggu, 24 NOVEMBER 2024 • 17:40 WIB

Motif Lurik Solo-Yogyakarta, Kekayaan Budaya dengan Nilai Filosofis di Baliknya

Author

Corak Lurik Lompatan atau Liwatan.

INDOZONE.ID - Kain Lurik mendapatkan namanya dari kata dalam bahasa Jawa Kuno, lorek, yang berarti "garis" atau "pola".

Sesuai dengan namanya, kain ini menampilkan motif bergaris yang mencerminkan kesederhanaan.

Dalam bahasa Jawa, kata "rik" juga berarti "garis". Sebagaimana dijelaskan oleh Dhorofi (2007), lurik pada dasarnya adalah susunan garis-garis berwarna yang membentuk pola hiasan tertentu.

Garis-garis lurik melambangkan dinamika dan ketegasan, serta menjadi simbol kekuatan dan harapan bagi masyarakat Jawa dalam menghadapi kehidupan.

Lurik memiliki tekstur yang unik, fleksibilitas, serta daya tahan yang tinggi. Selain digunakan sebagai pakaian sehari-hari seperti klambi dan kain gendong, lurik juga dimanfaatkan sebagai dekorasi rumah.

Meskipun teksturnya awalnya terasa kasar dan kaku, kain lurik menjadi lebih lembut namun tetap kuat setelah digunakan dalam waktu yang lama.

Gaya dan motif lurik yang dikenakan oleh masyarakat biasa berbeda dengan yang digunakan di lingkungan keraton.

Kaum perempuan umumnya memadukan lurik dengan kebaya, sementara laki-laki mengenakan beskap atau surjan.

Lurik juga memiliki peran penting dalam berbagai ritual adat seperti siraman, labuhan, ruwatan, dan mitoni.

Makna Filosofis Lurik

Motif, corak, dan warna lurik tidak sekadar hiasan, tetapi memiliki makna filosofis yang mendalam.

Beberapa pola dianggap sakral dan diyakini memiliki kekuatan spiritual, sementara yang lain mengandung pesan moral, petunjuk hidup, atau harapan.

Konsep macapat, yang berarti empat penjuru mata angin, melambangkan perjalanan hidup manusia dari kelahiran hingga kematian.

Baca Juga: Kain Tenun Songket Lombok, Keindahan Warisan Budaya Nusantara dari Kepulauan Sunda Kecil

Selain itu, kain lurik erat kaitannya dengan berbagai mitos dan kepercayaan lokal yang menambah nilainya sebagai warisan budaya.

Berikut ini beberapa motif lurik yang memiliki makna simbolis.

1. Motif Kluwung

Corak Lurik Kluwung.

Kluwung, yang berarti pelangi, mencerminkan keajaiban alam dan kebesaran Sang Pencipta. Motif ini dianggap sakral dan memiliki kekuatan penolak bala.

Pola ini digambarkan dengan garis-garis lebar berwarna-warni seperti pelangi. Kluwung sering digunakan dalam upacara seperti mitoni, labuhan, dan mantenan untuk melambangkan harapan keselamatan dan kebahagiaan.

2. Motif Tuluh Watu

Corak Lurik Tuluh Watu.

Arti harfiah Tuluh Watu adalah "batu bersinar". Motif ini diyakini memiliki energi magis untuk melindungi dari bahaya.

Biasanya dipakai dalam upacara ruwatan dan labuhan, motif ini juga melambangkan kekuatan dan kebijaksanaan.

3. Motif Tumbar Pecah

Corak Lurik Tumbar Pecah.

Motif ini menggambarkan biji ketumbar yang dipecah hingga mengeluarkan aroma harum, simbol kelancaran dan harapan.

Digunakan dalam upacara mitoni, Tumbar Pecah melambangkan doa agar ibu dan bayi selamat serta bayi tumbuh menjadi pribadi yang bermanfaat.

4. Motif Lompatan atau Liwatan

Corak Lurik Lompatan atau Liwatan.

Motif ini digunakan dalam upacara mitoni untuk melindungi ibu hamil dari bahaya.

Kain panjang bermotif ini dikenakan sebagai kemben yang diikat dengan stagen pada perut.

5. Motif Telupat

Corak Lurik Telupat.

Motif ini terdiri atas tujuh lajur yang menggabungkan pola tiga dan empat, mewakili angka keramat dalam tradisi Jawa.

Diciptakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I, motif ini melambangkan keberkahan, kemakmuran, dan perlindungan Ilahi.

6. Motif Sapit Urang

Corak Lurik Sapit Urang.

Menggambarkan strategi perang, Sapit Urang melambangkan taktik melumpuhkan musuh dari kedua sisi.

Motif ini biasa digunakan oleh prajurit keraton.

7. Motif Udan Liris

Corak Lurik Udan Liris.

Udan Liris, yang berarti "gerimis", melambangkan kesuburan dan kemakmuran.

Baca Juga: Mengenal Keindahan Kain Tenun Sumba, Filosofi, dan Proses Pembuatannya

Motif ini sering dikenakan oleh pemimpin dengan harapan dapat membawa kesejahteraan bagi rakyatnya.

8. Motif Dringin

Corak Lurik Dringin.

Motif ini mencerminkan kesederhanaan dan kerendahan hati, dengan harapan pemakainya dapat beradaptasi dan membaur dengan masyarakat sekitar.

Kain lurik bukan sekadar kain, tetapi representasi nilai-nilai budaya yang sarat makna.

Melalui pola dan warnanya, lurik menjadi media untuk menyampaikan pesan dan harapan, sekaligus menjadi bagian penting dari tradisi dan kehidupan masyarakat Solo dan Yogyakarta.

Keberlanjutan nilai-nilai ini menjadikan lurik sebagai salah satu kekayaan budaya yang patut dilestarikan.

Banner Z Creators Undip.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Jurnal Humaniora