INDOZONE.ID - Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mendesak seluruh negara di dunia untuk melarang produksi maupun distribusi rokok elektrik alis vape dengan aroma atau rasa.
Selain itu, organisasi kesehatan di bawah PBB ini juga meminta kepada para pemerintah negara-negara di dunia untuk menyamakan regulasi vape dengan rokok konvensional.
Pengendalian ketat vape perlu dilakukan untuk melindungi anak-anak dan non-perokok dari ketergantungan zat adiksi produk tembakau ini.
Kemudian, upaya ini juga dilakukan untuk meminimalisasi dampak buruk vape, yang menurut berbagai penelitian tidak lebih ringan dari rokok biasa.
"Rokok elektrik sebagai produk konsumen tidak terbukti efektif untuk menghentikan penggunaan tembakau di tingkat populasi. Sebaliknya, bukti-bukti mengkhawatirkan telah muncul mengenai dampak buruk terhadap kesehatan masyarakat," tulis WHO, dalam keterangannya, dikutip Rabu (27/12).
Pada mulanya, vape diciptakan sebagai pengganti rokok konvensional, dengan digunakan oleh para perokok yang ingin mengurangi risiko kesehatan produk tembakau biasa.
Baca Juga: Gejala yang Dialami Pasien Covid-19 JN.1 Sebelum Meninggal, Begini Penjelasan Kemenkes
Dengan asumsi ini, produksi dan distribusi rokok elektrik pun menjadi masif di seluruh dunia, bahkan secara agresif dipasarkan juga kepada generasi muda.
Kini, setelah banyak penelitian mengungkap bahwa produk tembakau alternatif ini sama bahayanya dengan rokok biasa, tercatat sudah 34 negara melarang penjualan rokok elektronik.
Namun sebaliknya, 88 negara tidak memiliki usia minimum untuk membeli rokok elektronik dan 74 negara, termasuk Indonesia, tidak memiliki peraturan untuk produk-produk berbahaya ini.
“Anak-anak direkrut dan dijebak pada usia dini untuk menggunakan rokok elektronik dan mungkin kecanduan nikotin. Saya mendesak negara-negara untuk menerapkan langkah-langkah ketat untuk mencegah penggunaan nikotin guna melindungi warga negara mereka, terutama anak-anak dan remaja mereka," kata Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO dikutip dari Reuters.
Perlu diketahui, rokok elektrik yang mengandung nikotin sangat membuat ketagihan dan berbahaya bagi kesehatan.
Meskipun dampak kesehatan jangka panjang belum sepenuhnya dipahami, telah diketahui bahwa zat tersebut menghasilkan zat beracun, beberapa di antaranya diketahui menyebabkan kanker dan beberapa lainnya meningkatkan risiko gangguan jantung dan paru-paru.
Penggunaan vape juga dapat mempengaruhi perkembangan otak dan menyebabkan gangguan belajar pada remaja. Paparan rokok elektrik pada janin dapat berdampak buruk pada perkembangan janin pada ibu hamil.
Kemudian, paparan emisi dari rokok elektrik juga menimbulkan risiko bagi orang yang menghirup asapnya.
“Rokok elektrik menyasar anak-anak melalui media sosial dan influencer, dengan setidaknya 16.000 rasa. Beberapa produk tersebut menggunakan karakter kartun dan memiliki desain yang ramping, sehingga menarik bagi generasi muda. Terdapat peningkatan yang mengkhawatirkan dalam penggunaan rokok elektrik di kalangan anak-anak dan remaja dengan tingkat penggunaan yang melebihi penggunaan orang dewasa di banyak negara,” ujar Direktur Promosi Kesehatan WHO Dr Ruediger Krech.
Mirisnya, tingkat penggunaan rokok elektrik pada anak-anak usia 13–15 tahun lebih tinggi dibandingkan orang dewasa di seluruh wilayah WHO.
Di Kanada, tingkat penggunaan rokok elektrik di kalangan anak usia 16–19 tahun meningkat dua kali lipat antara tahun 2017–2022. Di Inggris Raya, jumlah pengguna rokok elektrik meningkat tiga kali lipat dalam tiga tahun terakhir.
Paparan singkat terhadap konten rokok elektronik di media sosial dapat dikaitkan dengan peningkatan niat anak-anak dan remaja untuk menggunakan produk tersebut, atau sekedar memberikan citra positif anak terhadap rokok elektronik.
Penelitian secara konsisten menunjukkan, bahwa generasi muda yang menggunakan vape hampir tiga kali lebih mungkin untuk menggunakan rokok di kemudian hari.
"Langkah-langkah mendesak diperlukan untuk mencegah penggunaan rokok elektrik dan melawan kecanduan nikotin serta pendekatan komprehensif terhadap pengendalian tembakau, dan dengan mempertimbangkan kondisi nasional," tulis WHO.
Dalam memperkuat penerapan larangan vape dengan berbagai rasa, WHO menyarankan negara-negara di dunia untuk melanjutkan pemantauan dan pengawasan untuk mendukung intervensi kesehatan masyarakat dan memastikan penegakan hukum yang kuat.
Baca Juga: Ciri-ciri Gejala Covid-19 Varian JN.1 yang Sudah Terdeteksi di Indonesia
Selanjutnya, apabila suatu negara mengizinkan komersialisasi, seperti penjualan, impor, distribusi dan pembuatan vape sebagai produk konsumen, negara tersebut diharapkan dapat memastikan peraturan yang kuat untuk mengurangi daya tarik dan dampak buruknya terhadap masyarakat, termasuk melarang semua rasa, membatasi konsentrasi dan kualitas nikotin, dan mengenakan pajak pada mereka.
"Strategi penghentian penggunaan tembakau harus didasarkan pada bukti kemanjuran terbaik yang ada, sejalan dengan langkah-langkah pengendalian tembakau lainnya dan tunduk pada pemantauan dan evaluasi," kata WHO.
Berdasarkan bukti yang ada saat ini, pemerintah tidak direkomendasikan untuk mengizinkan penjualan rokok elektrik sebagai produk konsumen demi mencapai tujuan penghentian penggunaan rokok elektrik.
Sedangkan pemerintah mana pun yang menerapkan strategi berhenti merokok dengan menggunakan rokok elektrik harus mengendalikan kondisi di mana produk tersebut diakses. Hal ini untuk memastikan kondisi klinis yang sesuai dan mengatur produk tersebut sebagai obat, termasuk memerlukan izin edar sebagai obat.
Keputusan untuk mencapai tujuan penghentian merokok, bahkan dalam bentuk yang terkendali, harus dibuat hanya setelah mempertimbangkan keadaan nasional, serta risiko penyerapan dan setelah menggunakan strategi penghentian merokok lainnya yang telah terbukti.
Menurut WHO, industri tembakau mendapat keuntungan dari kehancuran kesehatan melalui penggunaan produk-produk baru ini. Karena kontribusinya terhadap perekonomian lokal, industri rokok pun ikut campur terhadap pembuatan aturan kesehatan.
"Industri tembakau mendanai dan mempromosikan bukti-bukti palsu yang menyatakan bahwa produk-produk ini minim dampak buruk dan pada saat yang sama secara gencar mempromosikan produk ini kepada anak-anak dan orang-orang yang bukan perokok dan terus menjual miliaran batang rokok," tulis WHO.
Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone. Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let's join Z Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Reuters