Minggu, 10 MARET 2024 • 19:10 WIB

Meski Diperbolehkan di Negara Lain, Minum Air Keran Ternyata Sebabkan Kanker dan Cacat Lahir

Author

Ilustrasi air keran

INDOZONE.ID - Penggunaan air keran saat ini seringkali digunakan oleh berbagai negara, salah satunya Jepang. Namun, efek yang dihasilkan justru berbahaya dibandingkan meminum air yang sudah direbus.

Para peneliti melaporkan mengenai analisis mereka bahwa air keran mengandung zat beracun dan poli fluoroalkyl (PFAS) yang terakumulasi di lingkungan.

Sehingga, akan menyebabkan orang akan terkena risiko kesehatan seperti kanker, hingga cacat lahir.

PFAS mendapat julukan ‘bahan kimia selamanya’ yang berarti senyawa buatan manusia membutuhkan waktu ribuan tahun untuk terurai.

Ini ditentukan dalam segala hal mulai dari kemasan makanan tahan minyak hingga pakaian anti air yang telah digunakan di seluruh dunia, termasuk air keran.

Dalam penelitian yang dimuat dalam Elsevier’s Journal of Hazardous Materials, ahli kimia dari New Jersey Institute of Technology, telah menganalisis mengenai PFAS dari sampel bahan kemasan makanan, air dan tanah dalam waktu 3 menit atau kurang dari itu.

“Ada begitu banyak ribuan spesies PFAS yang berbeda, namun kami sampai saat ini masih belum memahami mengenai sejauh mana penyebarannya di lingkungan karena metode pengujian ini sangat mahal dan sangat memakan waktu, sehingga dibutuhkan waktu berjam-jam untuk persiapan sampel dan analisis dalam beberapa kasus," ucap Hao Chen, penulis koresponden studi tersebut, sekaligus profesor kimia NJIT, seperti dilansir Minggu (10/3/2024).

"Apa yang telah ditunjukkan oleh penelitian kami adalah metode yang jauh lebih cepat, sensitif, dan serbaguna, yang dapat memantau kontaminasi pada air minum, tanah, dan produk konsumen dalam hitungan menit," sambungnya.

Baca Juga: Tukar Obat dengan Air keran, 6 Pasien Terinfeksi Bakteri Langka

Mereka menggunakan metode baru yang melibatkan teknik ionisasi untuk menganalisis terkait komposisi molekul bahan sampel yang disebut spektrometri massa semprotan kertas (PS-MS) – 10-100 kali.

Metode ini lebih sensitif dibandingkan teknik standar yang biasa digunakan untuk pengujian PFAS, kromatografi cair/spektrometri massa.

"PFAS memang dapat terionisasi dan terdeteksi dengan cepat menggunakan spektrometer massa resolusi tinggi, yang dapat memberikan gambaran jelas mengenai setiap spesies PFAS yang ada dan tingkat kontaminasi hingga tingkat bagian per triliun,” kata Chen.

"Untuk matriks yang lebih kompleks seperti tanah, kami telah menerapkan metode spektrometri massa semprotan keras desalting (DPS-MS), yang bisa menghilangkan garam yang biasanya menekan sinyal ion PFAS maka jika dilakukan secara bersamaan, keduanya akan bisa mendeteksi senyawa ini," lanjutnya.

"Batas deteksi PFAS sekitar 1 ppt, untuk konteks lebih jauhnya, jumlah ini akan disamakan dengan setetes air di 20 kolam renang ukuran olimpiade,” kata Md Tanim-Al Hassan, penulis pertama makalah tersebut dan Ph.D. mahasiswa kimia di NJIT.

Ketika masa pengujian, tim mampu mendeteksi PFAS dalam waktu kisaran satu menit atau kurang dengan menganalisis potongan berbagai bahan kemasan makanan secara langsung, termasuk kertas popcorn, kotak mie instan, serta bungkus gorengan dari dua restoran cepat saji.

Analisis tersebut mengungkapkan ada 11 molekul PFAS berbeda termasuk jenis umum yang erat kaitannya dengan peningkatan risiko kanker dan penekanan sistem kekebalan tubuh, seperti PFOA (Perfluorooctanoic Acid) dan PFOS (Perfluorooctanesulfonic acid).

Sedangkan ketika menganalisis air dalam waktu durasi 2 menit, tim telah mendeteksi jejak PFOA dalam sampel air keran. Mereka tidak menemukan adanya PFAS dalam sampel yang diambil dari air mancur salah satu Universitas.

“EPA telah mengusulkan untuk menetapkan tingkat kontaminasi maksimum untuk 6 PFAS dalam air minum dan PFOA serta PFOS termasuk di antara mereka, metode menganalisis ini dapat memfasilitasi pemeriksaan yang lebih sensitif terhadap PFAS beracun untuk melindungi keamanan pasokan air,” kata Megyan Li, rekan penulis studi dan profesor ilmu lingkungan di NJIT dikutip dari laman scitechdaily.com, Minggu (10/3/2024).

Baca Juga: Mandi Air Dingin Ternyata Bisa Menurunkan Berat Badan dan Sebagai Penyembuh Diabetes

Dengan menggunakan DPS-MS, tim juga telah mengindentifikasi 2 spesies PFAS dari 40mg tanah dalam waktu kurang dari 3 menit.

Metode ini sekarang sedang diuji dengan teknik mutakhir untuk mengembalikan FPAS yang sedang dikembangkan di Pusat BioSMART NJIT.

"Hebatnya di laboratorium kami dapat menggabungkan metode analisis dengan katalis degradasi baru yang dapat mendegradasi sekitar 98,7% PFAS dalam sampel air minum dalam waktu 3 jam. Pekerjaan ini memungkinkan akan berdampak langsung di wilayah Timur laut, sekitar 10% dari 9,2 juta penduduk New Jersey memiliki kadar asam perfluorooctanoic yang tinggi dalam air minum mereka dibandingkan dengan rata-rata nasional sebesar 1,9 persen," kata Wunmi Sadik, rekan penulis studi dan ketua Departemen NJIT Ilmu Kimia dan Lingkungan.

"Ini juga akan sangat berguna untuk keamanan produk pangan, hal ini memungkinkan produk pertanian dapat dipantau secara lebih efisien untuk mengetahui kontaminasi PFAS,” lanjutnya.

Writer: Putri Octavia Saragih


Konten ini adalah kiriman dari Z Creators Indozone. Yuk bikin cerita dan konten serumu serta dapatkan berbagai reward menarik! Let's join Z Creators dengan klik di sini.

Z Creators

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Scitechdaily.com