INDOZONE.ID - Peristiwa Isra Mikraj pada 27 Rajab, tahun kedelapan kenabian, bukan sekadar catatan sejarah.
Melalui perjalanan suci Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa di Palestina, dan kemudian melanjutkan ke Sidratul Muntaha di langit ketujuh, terungkaplah keagungan dan keajaiban yang sulit dipahami secara logika.
Perjalanan ini diawali dengan firman Allah SWT yang diawali dengan kata 'subhana,' mencerminkan keagungan dan kasih-Nya terhadap Nabi Muhammad SAW.
Sebuah perjalanan yang tidak hanya fisik, tetapi juga spiritual, di mana Rasulullah menempuh perjalanan secepat kilat dan naik ke langit hingga Sidratul Muntaha.
Baca Juga: Yuk Simak! 5 Fakta Menarik di Balik Peristiwa Isra' Mi'raj
Isra, perjalanan malam hari, bukan sekadar perpindahan fisik, melainkan suatu bentuk pengangkatan spiritual.
Mi'raj, yang artinya naik, mewakili perjalanan Rasulullah ke tingkatan spiritual tertinggi, yakni Sidratul Muntaha.
Sebuah perjalanan yang mengajarkan umat Islam tentang ketinggian spiritual dan pencapaian yang luar biasa.
Menurut Syekh Muhammad Khudori, peristiwa Isra dan Mi'raj merupakan tasliyah dari Allah SWT sebagai hiburan kepada Rasulullah yang tengah dilanda kesedihan, akibat kehilangan Khadijah dan Abu Thalib.
Perjalanan ini terjadi pada tahun ke-11 kenabian, ketika Nabi Muhammad SAW berusia 51 tahun. Suatu tanda kasih sayang Ilahi yang tidak terhingga.
Perjalanan Rasulullah ke Sidratul Muntaha tidak sekadar perpindahan melalui langit-langit, melainkan penuh makna dan keajaiban.
Singgah di tujuh lapis langit membawa pertemuan dengan Nabi Adam, Nabi Yahya dan Nabi Ishaq, Nabi Yusuf, Nabi Idris, Nabi Harun, dan akhirnya, Nabi Ibrahim di langit ketujuh.
Suatu perjalanan yang memperkuat iman Rasulullah dan mengukuhkan tugas berat yang diembannya.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Gramedia Blog