Penting untuk diingat bahwa tidak semua konflik atau perbedaan pendapat dapat diatasi, tetapi Anda selalu dapat memutuskan untuk memperlakukan anggota keluarga Anda (atau siapa pun) dengan hormat.
Banyak konflik sepertinya bergantung pada satu orang atau satu pihak keluar sebagai "pemenang." Namun, percakapan dengan keluarga seharusnya tidak dilihat sebagai medan perang jika Anda ingin mencapai solusi yang dapat membuat kedua belah pihak bahagia.
Gunakan konflik keluarga sebagai kesempatan untuk membangun keterampilan komunikasi sebagai tim dan bekerja sama untuk memastikan Anda berlatih menghormati, mendengarkan aktif, dan berempati, bahkan dalam situasi di mana tidak ada solusi yang jelas.
Meskipun Anda tidak dapat mengontrol apa yang dikatakan atau dilakukan seseorang dalam sebuah konflik, Anda dapat mengendalikan bagaimana Anda merespons situasi tersebut. Menetapkan batasan adalah cara efektif untuk menjalani perawatan diri dan menjaga rasa hormat terhadap diri sendiri ketika Anda mulai merasa terlalu terhimpit oleh percakapan.
Baca Juga: 7 Rekomendasi Aktivitas Seru Malam Tahun Baru yang Bisa Kamu Lakukan Bareng Keluarga atau Teman
Seringkali konflik dapat mengarah pada percakapan yang berarti, tetapi jika anggota keluarga Anda menjadi agresif, atau Anda merasa terlalu kesal, saatnya untuk menetapkan batasan pribadi dan meninggalkan percakapan. Jika Anda mulai merasa tidak aman dalam suatu situasi, saatnya untuk mencari bantuan luar seperti penegak hukum, pengacara, atau terapis.
Jika konflik keluarga menjadi masalah umum di rumah tangga Anda atau jika Anda kesulitan berkomunikasi secara efektif dengan anggota keluarga Anda, mungkin saatnya untuk mencari profesional yang terlatih.
Banyak terapis yang mengkhususkan diri dalam konseling keluarga dan dapat memberikan panduan kepada beberapa anggota keluarga untuk membantu Anda melihat sudut pandang satu sama lain dan menemukan solusi.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Jefferson Center Of Mental Health (jcmh.org)