Ilustrasi gen z sedang bekerja. (Freepik)
Sebaliknya, Gen Z lebih menyukai kepemimpinan yang bergantung pada keahlian spesifik untuk tugas atau waktu.
Gen Z juga lebih menyukai manajemen dengan anggota tim bergiliran memimpin kelompok atau biasa dikenal sebagai model "kepemimpinan bergilir".
Gaya lain yang mungkin mereka sukai adalah "kepemimpinan kolaboratif", dari seluruh organisasi berpartisipasi dalam mengambil keputusan dan memecahkan sebuah masalah.
Gen Z sangat menghargai konsensus dan mereka mencari pemimpin yang bisa mengayomi kelompok, yang juga disebut "kepemimpinan layanan".
Gen Z tumbuh dengan melihat orang bekerja dari pukul 9-5. Munculnya model kerja fleksibel menyebabkan generasi lebih tua merasakan tekanan untuk selalu aktif.
Gen Z menyadari isu ketidakseimbangan antara kehidupan dan pekerjaan dapat menjadi masalah.
"Kehidupan kerja dan rumah tangga saling terintegrasi sehingga jika Anda tidak memerhatikannya, Anda bisa saja bekerja sepanjang waktu. Menurut saya, Gen Z peka terhadap hal itu," kata Katz.
Memiliki keseimbangan antara kehidupan dan pekerjaan serta menjaga kesehatan mental serta fisik, juga penting bagi Gen Z.
"Mereka menghargai pengalaman manusia dan menyadari, bahwa hidup lebih dari sekadar pekerjaan," sambungnya.
Gen Z memiliki pandangan yang berbeda terkait loyalitas. Sebab, Gen Z tumbuh di tengah banyaknya perubahan.
Namun, seperti yang diungkapkan Katz, "Mereka juga tumbuh di lingkungan kerja yang tidak terlalu loyal terhadap karyawannya."
Gen Z tumbuh di bawah bayang-bayang krisis keuangan global pada 2008, sebuah insiden yang berdampak jangka panjang pada ketenagakerjaan dan sifat pekerjaan.
Baca Juga: 5 Tips Mencegah Money Anxiety di Generasi Z: Selalu Cemas Soal Uang
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: News.stanford.edu