Oleh: Lugis Anfi
Tahukah engkau?
Kau!
Kau yang ingin dipuji mewah
Mewah gemerlap memukau setiap mata menatap
Kau yang selalu ingin dipuji megah
Megah tetapi menjepit memerangkap
Pernahkah kau pikirkan?
Pikir!
Saat terik mentari mulai mengundang wajah memerah
Hujan dingin yang mencekam tak taranggap
Di balik itu pernahkah kau bayangkan ada lelah
Pernahkah kau siap, sigap membantu yang terperangkap
Pernahkah engkau lihat?
Lihat!
Para buruh sangat lelah susah payah
Bagai burung yang terperangkap
Mereka dirampas haknya atas jerih payah
Tetes keringat bercucur mulai mengendap
Cobalah kau mengerti!
Pahami!
Mengertilah mereka hanya ingin keadilan
Pahamilah mereka hanya ingin hukum ditegakkan
Mereka harus disejahterakan
Jangan lagi kau biarkan mereka telantar
Oleh: Aditya Zulmi Rahmawan
Waktu adalah permainan
Yang tak boleh dimainkan
Karena mulut akan semakin lama
Disesaki pohon kering
Isi kepala ditunggangi kutu-kutu
Yang tak tahu ada kepentingan
Di bawah mimbar itu
Esok hari menjumpai pekerjaan lagi
Doa setiap hari yang mereka panjatkan
Ternyata terus mengusir dirinya sendiri
Memaksa jarak yang dibangunnya sendiri
Adakah udara yang masih terhirup
Menghidupi kehidupan pinggiran kota
Adakah yang masih tak butuh sekolah
Menerangi rumah mereka
dan makanan yang tersedia
di piring-piring malam mereka
Mencoba meramal dengan kesederhanaan
Namun hilang daya hidup yang dijalani
Diselingi komentar penguasa
Yang terus berjajar rapi setiap hari
Dianjurkan peka mengenai keadaan negara
Namun ada satu yang pasti
Kekuasaan akan habis
Darah kita tetap satu
Kita hanya perlu pikirkan
Anakku dan anakmu esok
Seharusnya
Akan jadi apa
Oleh: Mansur
Kau begitu tangguh
Teliti dalam mengerjakan jam-jam itu
Suara yang terus terdengar
Tik tok jam yang tak pernah hilang
Arloji yang kau pegang
Begitu menusuk di batin dan fikirmu
Menyatu bagai angka dan bidangnya
Suara itu terus terdengar
Sedikit tapi melengking di gendang telinga
Membuat tetesan darah menjalar di telinga
Hati tersentuh dan bergemuruh
Tak bisa diam tangan menggenggam
Meremas harus yang dipegangnya
Ia hanya bisa sabar
Menanti sang fajar
Tapi mendung terus menutupi
Tak sesikit mentari menghidupi
Makin susah saja hidup ini
Kata-kata mulai terkumpul
Mendobrak pabrik arloji
Puluhan massa tak terbendungkan
Menghiasi cuaca yang suram
Oh, sang pahlawan
Pabrik yang terlalu mengekang
Satu kata terus terlontar
Maju dan lawan
Takdir telah datang
Kita harus menang
Puisi tentang buruh juga dapat dijadikan musikalisasi agar lebih hidup dan memberikan dampak yang luas. Berikut beberapa contohnya:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: