Kategori Berita
Media Network
Senin, 04 APRIL 2022 • 19:06 WIB

Apa Itu Klithih atau Klitih di Jogja, Dilakukan Remaja Pakai Celurit & Senjata Tajam Lain

Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengkubuwono X. (FOTO ANTARA)

Masih segar di ingatan kita tentang peristiwa mengenaskan yang menimpa seorang mahasiswa jurusan Sastra Inggris Universitas Gadjah Mada, yang tewas dibacok oleh pelaku klithih, pada 7 Juni 2018 lalu.

Ya, korban bernama Dwi Ramadhani Herlangga, dibacok saat melintas di perempatan Mirota Kampus di Jalan C Simanjuntak, Kelurahan Terban, Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta sepulang membagi-bagikan makanan dalam rangka 'sahur on the road' bersama teman-temannya, pada bulan Ramadhan 1439 Hijriah.

Saat itu, Dwi yang berasal dari Semarang, membonceng temannya naik sepeda motor matik. Mereka dikejar oleh pelaku yang membawa senjata tajam. Ia yang duduk di belakang, dibacok pada bagian punggung dan kehabisan darah dan meninggal dunia. 

Berselang empat Ramadhan kemudian, tepatnya pada Minggu malam, 3 April 2022, kejadian serupa kembali terulang.

Kali ini, yang menjadi korban adalah DAA (18 tahun), seorang pelajar SMA asal Kebumen, Jawa Tengah, yang merantau ke Jogja untuk menimba ilmu di SMA Muhammadiyah 2 Kota Yogyakarta.

DAA dihantam dengan menggunakan senjata yang belum diketahui jenisnya oleh para pelaku yang menurut saksi mata ada 5 orang, saat hendak mencari makan untuk sahur.

Belakangan diketahui, DAA merupakan anak dari anggota DPRD Kebumen Madkhan Anis.

DAA menjadi korban keganasan 'klithih' di Jalan Gedongkuning, Kalurahan Banguntapan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul.

Kabar tersebut turut dibagikan di grup Facebook Info Cegatan Jogja (ICK) pada Senin dini hari.

Sebelum menghembuskan napas terakhir, korban sempat dilarikan ke rumah sakit, namun nyawanya tak terselamatkan.

"Innalillahi...Siswa SMA MUHAMMADIYAH 2 JOGJA (MUHA) jadi kurban kliteh ahad dini hari. Korban anak SMA MUHA, saat ahad dini hari mau cari makan utk saur dipacok di depan PLN Banguntapan Gedongkuning. Jam 12 hari minggu dari rumah sakit harjolukito di bawa ke kebumen utk dimakamkan. Diantar teman kelas nya, bpk kepala sekolah dan bpk ibu guru.. Orangtua kurban anggota dewan di kebumen," tulis unggahan di grup tersebut.

Dua kasus tersebut menambah panjang daftar korban klithih yang pernah terjadi di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Apa Itu Klithih atau Klitih?

Meski sudah sering terjadi, faktanya masih banyak yang belum tahu atau pernah mendengar mengenai 'klithih' atau klitih.

Secara etimologis, 'klithih' berasal dari bahasa Jawa, yang artinya keluyuran atau 'mencari angin' ke luar rumah. Makna kata ini dalam bahasa Jawa sama sekali tidak berkonotasi negatif, dan bahkan bermakna sebagai aktivitas yang positif.

Namun dalam perkembangannya, makna klithih bergeser dan merujuk pada aksi kekerasan atau kejahatan yang dilakukan di jalanan, dengan menggunakan senjata tajam atau senjata tumpul.

Para pelaku 'klithih' pada umumnya adalah anak-anak di bawah umur, yang masih duduk di bangku SMP atau SMA.

Yang meresahkan, para pelaku 'klithih' ini menyasar sembarangan orang alias random. Mereka melakukan kekerasan kepada orang yang sama sekali tak bersalah. Bahkan sering kali motifnya hanya untuk "gagah-gagahan" sesama anggota pelaku.

Kata Sultan Soal Klithih

Menanggapi kasus klithih yang terakhir ini, Gubernur DIY yang juga raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X mengatakan bahwa dibutuhkan peran orang tua dalam mendidik anak.

"Kami tidak bisa sendiri mengatasi klithih," katanya, Senin (4/4/2022).

Dalam dua pernyataan berbeda pada Kamis (30/12/2021) dan Jumat (31/12/2021) lalu, Sultan mengaku geram terhadap aksi kriminal yang menyerupai begal ini. Namun di sisi lain, dia meminta seluruh pihak untuk tidak membesar-besarkan masalah ini.

“Toh, yang melakukan sudah ditangkap, ya sudah selesai persoalannya,” kata Sultan, Jumat (31/12/2021), seperti dilansir Antara.

Sultan yang hari itu bertemu dengan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa selama tiga jam, merasa tidak perlu ada "kekuatan lain" di Jogja untuk mengatasi klithih ini.

“Sebetulnya kita punya kesempatan yang sama untuk berkoordinasi. Semoga saja di tahun depan kondisinya bisa jauh lebih baik. Di Jogja ini ya memang adem ayem tentrem, tidak perlulah ada kekuatan-kekuatan lain seperti api dalam sekam,” kata sang raja Keraton Yogyakarta itu.

Lebih jauh, Sultan merasa bahwa masalah "klithih" itu sengaja dirancang oleh oknum tertentu supaya Jogja dianggap tidak aman lagi.

"Mungkin teman-teman tidak merasa kalau itu by design misalnya, jadi supaya klitih ini diperpanjang terus menjadi sesuatu yang akhirnya dinyatakan Yogya tidak aman dan nyaman," ujarnya.

Artikel Menarik Lainnya:

Wisata Jogja yang 'Adem Ayem' Terancam Klithih yang Sadis, Sultan: Jangan Dibesar-besarkan

Wisatawan Domestik Diharapkan Dapat Pulihkan Pariwisata Jogja

Begini Wujud Wajah Baru Malioboro, Sepi PKL Nyaman Bagi Wisatawan

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber:

BERITA TERBARU

Apa Itu Klithih atau Klitih di Jogja, Dilakukan Remaja Pakai Celurit & Senjata Tajam Lain

Link berhasil disalin!