Kategori Berita
Media Network
Jumat, 28 OKTOBER 2022 • 19:53 WIB

Keluarga ini Setia Menggeluti Usaha Jadul Membuat 'Tempe Benguk', Gen Z Pasti Gak Tahu!

Tempe benguk buatan warga Klaten (Z Creators/Edelweis Ratushima)

Rezeki seseorang memang tidaklah sama. Namun apabila dikerjakan dengan tekun dan konsisten, pasti ada saja jalannya. Seperti yang digeluti Ngatiyem (45) warga Dukuh Dosaran, Desa Kalikebo, Klaten, Jawa Tengah.

Keluarganya secara turun temurun menggeluti usaha pembuatan tempe benguk. Apa itu tempe benguk? 

Tempe benguk adalah tempe jadul yang bahan bakunya dari kacang koro yang besar-besar. Makanan ini sudah ada sejak jaman dulu.

Sampai sekarang, tempe jadul yang sulit dijumpai itu, masih tetap ada di beberapa daerah. Seperti di Wonogiri, Wates, Gunung Kidul, Klaten, dan lain-lain.

Salah satunya yang masih setia menggeluti usaha jadul ini ya Ngatiyem ini.

Ngatiyem generasi ketiga pembuat tempe benguk (Z Creators/Edelweis Ratushima)

Usaha membuat tempe benguk ini awalnya dari neneknya yang bernama Mbah Soma. Sejak 1960, Mbah Soma sudah terampil membuat tempe yang waktu itu memang menjadi makanan favorit orang banyak. Tempe kedelai masih jarang waktu itu.

Lalu dilanjutkan oleh Ibunya Ngatiyem yang bernama Mbah Ginem. Karena sudah lanjut usia, usaha ini diambil alih oleh Ngatiyem. Meski begitu, Mbah Ginem masih sehat sehingga bisa membantu pekerjaan pembuatan tempe tersebut.

Tempe benguk yang siap dibacem (Z Creators/Edelweis Ratushima)

Ngatiyem mengaku, dalam sehari bisa menghabiskan 10 kilogram kacang koro untuk dijadikan tempe benguk. Dulu hanya 7 kilogram.

"Sekarang peminatnya bertambah banyak, sehingga saya tambahi menjadi 10 kilogram," kata Ngatiyem saat ditemui Tim Z Creators, Edelweis Ratushima, di rumahnya yang sederhana.

Untuk 10 kilogram kacang koro, setelah diproses, bisa menjadi 450 bungkus. Tempe sebanyak itu ia setorkan ke lima warung makan yang sudah menjadi pelanggannya.

"Ini semua saya setorkan ke warung pelanggan, jadi sehari langsung habis," tambah Ngatiyem.

Ngatiyem mengaku bekerja sendiri, karena keuntungan membuat tempe benguk tidaklah terlalu besar. Bila mempekerjakan orang, ia tak mampu untuk membayar. Sehingga ia bekerja sejak subuh sampai selesai menyetorkan tempe, membeli kacang koro, membuat tempe, membungkus tempe, dan proses lainnya.

Tempe benguk "menghidupi" keluarga Ngatiyem

Ngatiyem merasa bersyukur masih bisa menghidupi keluarganya dari hasil tempe benguk. Selama ini suaminya merantau ke Kalimantan, berjualan es krim.

"Alhamdulillah, hasilnya bisa untuk kebutuhan hidup sehari-hari bersama anak-anak dan ibu saya, bisa meringankan beban suami," kata Ngatiyem yang merupakan wanita pekerja keras tersebut.

Selama ini, bahan bakunya masih mudah didapatkan. Karena di wilayah pedesaan, masih banyak petani yang menanam kacang koro.

Karena harga kedelai impor naik, kacang koro juga ikutan naik. Kini menjadi Rp18 ribu per kilogramnya, yang semula Rp15 ribu. Dulu hanya Rp10 ribu, namun pelan-pelan ikutan naik hingga harga terbaru menjadi Rp18 ribu.

Tempe benguk siap diolah kembali (Z Creators/Edelweis Ratushima)

Ngatiyem sendiri enggak mempersoalkan harga kacang koro naik. Yang penting ia masih bisa membeli dan mendapatkan rezeki dari usahanya ini.

Cara membuat tempe benguk

Cara membuat tempe benguk sama dengan proses pembuatan tempe kedelai. Kacang koro dicuci bersih, dimasak dengan kayu bakar agar irit, difermentasi dan sebagainya.

Bila tempe sudah jadi, masih ada proses lanjutan, yaitu membacem.

"Tempe ini saya masak dengan bumbu dan gula merah, namanya dibacem. Tempe baceman inilah yang saya setorkan ke warung-warung," kata Ngatiyem. 

Harga perbiji, ia jual Rp600. Sesampai di warung, tempe tersebut bisa digoreng lagi, dibaluti tepung juga bisa, sesuai selera. Namun ada pula yang membeli masih bungkusan atau masak biasa tanpa bumbu gula merah.

Ngatiyem siap mengantarkan tempe benguk ke warung (Z Creators/Edelweis Ratushima)

Bagi penyuka kuliner jadul, tempe ini rasanya enak, bila digigit empuk meskipun kacangnya besar-besar.

Salah seorang pelanggan, Sri Muryati pemilik warung Soto Mbah Darmo di Wanglu, Trucuk, Klaten mengatakan, per hari warungnya bisa menghabiskan seratusan lebih tempe benguk dari Ngatiyem.

"Iya, kami sudah langganan lama. Tempenya rasanya enak, konsisten ndak berubah sejak dulu," kata Sri Muryati.

Di warung ini, setelah ia godhog dengan bumbu bacem, ia baluti tepung dan digoreng. Seperti tempe mendoan tapi bentuknya kecil memanjang. Bila digigit mak kres tepungnya, lembut dan manis dalamnya, juga gurih.

"Ini tempe jadul yang susah ditemukan di warung lain. Susah mencarinya. Saya suka, karena lebih terasa kacangnya," kata Roy Prihanto, salah seorang pembeli.

Ngatiyem mengakui, memang enggak semua orang menyukai tempe benguk. Semua kembali ke selera masing-masing. Namun seenggaknya, tempe benguk buatannya sudah berhasil mengobati rasa rindu akan masakan tempo dulu.

Artikel Menarik Lainnya:

Bikin cerita serumu dan dapatkan berbagai reward menarik! Let’s join Z Creators dengan klik di sini.

Z Creators

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber:

BERITA TERBARU

Keluarga ini Setia Menggeluti Usaha Jadul Membuat 'Tempe Benguk', Gen Z Pasti Gak Tahu!

Link berhasil disalin!