Potret Novel 'Bumi Manusia' karya Pramoedya Ananta Toer. (Z Creator/Rizky Mardiyansyah Aries)
Bagi beberapa orang, nama Pramoedya Ananta Toer mungkin sudah tidak asing didengar di telinga. Ya, beliau adalah sastrawan ternama yang dimiliki Bangsa Indonesia dengan karya terkenalnya yang bernama Bumi Manusia.
Novel Bumi Manusia sendiri merupakan satu dari 4 bagian cerita, yang kemudian kita kenal dengan Tetralogi Pulau Buru. Di tetralogi tersebut, ada nama-nama lain selain Bumi Manusia, yaitu Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca.
Pada tahun 2019 yang lalu, novel Bumi Manusia berhasil diangkat menjadi sebuah film dengan judul yang sama. Karya sastra tersebut berhasil diadaptasi oleh Hanung Bramantyo sebagai sutradara dan Salman Aristo sebagai penulis di bawah naungan Falcon Pictures.
Dikabarkan pihak Falcon Pictures mendapatkan hak alih wahana pada tahun 2014 lalu, sehingga novel sang maestro diangkat ke layar lebar.
Buat kamu yang belum tahu, Bumi Manusia berlatar belakang pra-kemerdekaan dan berkisah tentang seorang anak muda bernama Minke.
Dalam kisahnya, Minke adalah seorang pribumi yang bersekolah di salah satu sekolah tempat orang-orang keturunan Eropa dan ‘berada’ menimba ilmu.
Meski begitu, Minke merupakan seorang murid yang pandai bahkan selalu mendapatkan ranking teratas ketimbang murid-murid Eropa lainnya.
Perjalanan Minke dalam memperjuangkan hak-hak pribumi di era penjajahan tersebut mendapatkan banyak sorotan.
Alhasil, Minke yang gemar menulis sering sekali membuat propaganda untuk melawan para penjajah di wilayahnya.
Di balik ketegangan perjuangan Minke di novel Bumi Manusia, ada 5 hal penting tentang pelajaran kehidupan yang bisa kita petik. Apa aja sih 5 hal tersebut? Yuk simak ulasannya di bawah ini!
Baca juga: 8 Novel Seri Detektif dan Investigasi dari Penulis Indonesia, Ada yang Bikin Nostalgia
Di dalam novel Bumi Manusia, terdapat satu tokoh yang bernama Jean Marais. Ia adalah sahabat dari Minke, yang sering sekali memberi wejangan kepada sang tokoh utama.
Pada suatu waktu, Minke mencurahkan isi hatinya kepada Jean Marais akan suatu hal yang membuatnya janggal, terutama pada kehidupan Nyai Ontosoroh dan Annelies.
Lantas Jean Marais pun menyanggah, dan mengatakan pada Minke bahwa ‘seorang terpelajar harus sudah adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan.’
Kalimat tersebut mengingatkan kita, bahwa sebagai seorang manusia khususnya yang terpelajar, kita mesti adil dalam berpikir dan bertindak.
Pedoman tersebutlah yang membuat kita tidak akan semena-mena untuk menjatuhkan, menilai, hingga mencela orang lain, bahkan sejak dalam pikiran.
Novel Bumi Manusia juga mengajarkan kita untuk selalu berbahagia dan bersyukur. Tapi tunggu dulu, bersyukur di sini bukanlah semena-mena didefinisikan sebagai seseorang yang menerima takdir apa adanya.
Novel Bumi Manusia mengajarkan kita untuk teguh dalam usaha yang tengah dijalankan, atas dasar keinginan dan perjuangan sendiri.
Di novel tersebut, terdapat kalimat yang mengatakan;
‘..berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri, bersuka karena usahanya sendiri, dan maju karena pengalamannya sendiri.’
Kalimat tersebut cukup bijak untuk dijadikan pedoman, bahwa setiap manusia berhak untuk berbahagia atas apa yang sudah didapatkan dan usahakan.
Bagi kamu yang sering dilanda kebingungan atas dua pilihan yang tengah dijalani dalam hidup, mungkin novel Bumi Manusia bisa cukup menjadi motivasi untuk tetap teguh dalam pendirian, atas pilihan yang sudah dijalani.
Hal itu digambarkan pada quotes yang berbunyi;
‘...kau terpelajar, cobalah bersetia pada kata hati.’
Kalimat yang dilontarkan lagi-lagi oleh Jean Marais tersebut, cukup memukul dan memotivasi kita untuk tetap teguh dalam pendirian, dan setia pada kata hati. Kalimat tersebut cocok untuk dijadikan pengingat diri untuk tidak munafik dalam mengambil keputusan.
Baca juga: Putri Marino dan Dian Sastro akan Bintangi 'Gadis Kretek', Diangkat dari Novel
Novel Bumi Manusia juga mengajarkan seorang perempuan untuk bisa mandiri. Hal ini dibuktikan dengan karakter Nyai Ontosoroh yang begitu gigih dalam menjalani kehidupannya, tanpa dibayang-bayangi oleh budaya patriarki.
Nyai Ontosoroh pernah berkata;
‘...jangan sebut aku perempuan sejati jika hidup hanya berkalang lelaki.’
Quotes tersebut cukup menjadi pengingat bagi sesama perempuan, untuk tidak bergantung nasib pada seorang lelaki, terlebih jika kalian terkekang atas standarisasi moral yang dibentuk oleh para laki-laki.
Terakhir, pelajaran yang bisa kita ambil dari Bumi Manusia adalah untuk terus berjuang sampai akhir.
Di novel ini, diceritakan bahwa perjuangan seorang Minke, Ontosoroh, dan Annelies melawan para penjajah tidaklah mudah.
Namun meski begitu, bukan berarti mereka menyerah. Pada kalimat penutupan, Ontosoroh berkata pada Minke;
‘Kita telah melawan, Nak, Nyo. Sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.’
Kalimat yang mengandung bawang tersebut sukses menutup seri pertama Tetralogi Pulau Buru sebagai pengingat telak dalam kehidupan, untuk tetap melawan pada yang menindas, dengan baik dan hormat.
Itulah tadi 5 hal penting di dalam hidup yang bisa diambil dari novel Bumi Manusia. Bagi kamu yang belum membacanya, yuk segera nikmatin pengalaman seru perjuangan Minke, dkk dalam mempertahankan hak hidupnya!
Artikel Menarik Lainnya:
Bikin cerita serumu dan dapatkan berbagai reward menarik! Let’s join Z Creators dengan klik di sini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: