"Hampir semua orang yang aktif secara seksual akan tertular pada suatu saat dalam hidupnya, biasanya tanpa gejala,"sambungnya.
Oleh sebab itu, Dr. Kartiwa menghimbau kepada para wanita di Indonesia sangat penting sekali melakukan pencegahan dengan vaksinasi, kontrol rutin dan menerapkan pola hidup sehat.
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko kanker serviks, diantaranya riwayat seksual secara aktif pada usia muda dibawah 18 tahun, berganti-ganti pasangan seksual, dapat berkontribusi memengaruhi meningkatnya kemungkinan terpapar HPV.
Selain itu, wanita yang sering merokok, lebih mungkin terkena kanker serviks dibandingkan mereka yang tidak merokok.
Baca Juga: Penyebab Utama Kematian Akibat Kanker, Skrining Dini Jadi Hal Penting Tangani Kanker Paru-paru
Hal ini diperkuat dengan keterangan dari para peneliti bahwa tembakau dapat merusak DNA sel serviks dan dapat menjadi perkembangan dari kanker serviks.
Merokok juga diketahui dapat membuat sistem kekebalan tubuh kurang efektif dalam melawan infeksi HPV.1.
Sistem imun tubuh yang lemah, seperti yang diakibatkan oleh virus HIV (virus penyebab AIDS), juga dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh sehingga berakibat pada risiko lebih tinggi terkena infeksi HPV.1
Dr. Kartiwa menekankan dalam pencegahan terhadap kanker serviks sangatlah penting dilakukan, utamanya dengan vaksinasi HPV, deteksi dini dengan tes Pap Smear atau IVA secara rutin satu hingga dua tahun sekali, menerapkan pola hidup sehat, melakukan seks yang aman, olahraga yang baik, dan tidak merokok.
Pencegahan perlu dilakukan, mempertimbangkan penderitaan yang dialami sebagai pasien kanker serviks. Penderitaan yang dialami oleh pasien kanker serviks berpotensi lebih parah dan kompleks dibandingkan penderita kanker lainnya.
Baca Juga: Terobosan Baru untuk Kanker Payudara, Vaksin Eksperimental Tunjukkan Hasil Positif
Dengan penderitaan multi dimensi yang dilalui oleh pasien kanker serviks, perlu mendapatkan dukungan untuk memelihara hidup yang berkualitas.
"Hal ini perlu di dukung dengan pelayanan paliatif yang meliputi kegiatan penatalaksanaan nyeri, penatalaksanaan keluhan fisik, dukungan psikologis, dukungan sosial, dukungan kultural dan spiritual, perencanaan perawatan yang baik, perawatan akhir kehidupan, hingga dukungan persiapan selama masa duka," ucap tegas dr. Nuhonni.
Lebih lanjut, dr. Nuhonni memaparkan bahwa pelayanan paliatif adalah upaya menata kehidupan berkualitas dan kematian yang bermartabat.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Press Release