Pada tahun 2025 ini, Kemenkes bersama Roche Indonesia, Biofarma, dan Jhpiego menjalankan proyek percontohan di Jawa Timur, yang menyasar 5.500 perempuan di Surabaya dan 1.300 di Sidoarjo. Proyek ini mengusung model hub and spoke dan menyentuh seluruh aspek layanan, mulai dari pelatihan tenaga medis hingga sistem pencatatan hasil skrining.
"Pendekatan yang kami ambil menyesuaikan dengan karakter daerah masing-masing untuk memaksimalkan capaian skrining. Inisiatif ini diharapkan dapat membantu kesiapan ekosistem kesehatan dalam pencapaian target nasional, sebagaimana tercantum dalam RAN Eliminasi Kanker Serviks," ujar Country Director Jhpiego Indonesia, Maryjane Lacoste.
Baca Juga: Kenali 8 Tanda Awal Kanker Serviks sebelum Terlambat, Apa Saja?
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Indonesia (PDS PatKLIn), Prof. Dr. dr. Aryati, menekankan pentingnya tes diagnostik yang berkualitas.
“Ketika kanker serviks ditemukan lebih dini, peluang sembuh bahkan bisa mencapai 20 tahun,” ungkapnya.
Ia menyebut forum seperti ini penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan kualitas skrining secara nasional.
Dalam rangka menjangkau lebih banyak perempuan, forum ini juga menekankan pentingnya diversifikasi sumber pendanaan.
Selain dari APBN, diperlukan dukungan dari sektor swasta, filantropi, dan organisasi masyarakat sipil untuk mempercepat pencapaian target eliminasi kanker serviks di Indonesia.
Dengan dukungan kolaboratif dan komitmen yang kuat dari seluruh pemangku kepentingan, diharapkan target eliminasi kanker serviks pada tahun 2030 dapat tercapai, dan lebih banyak perempuan Indonesia terselamatkan dari penyakit mematikan ini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Konferensi Pers