Senin, 18 DESEMBER 2023 • 12:55 WIB

Kisah Na Jubong, Ahjussi Asal Korsel yang Dedikasikan 32 Tahun Hidupnya Untuk Mencari Orang-orang Hilang

Author

Sosok Na Jubong. (Naver News)

INDOZONE.ID - Adalah Na Jubong (66), seorang pria paruh baya asal Korea Selatan yang telah mendedikasikan 32 tahun hidupnya untuk membantu mencari orang-orang yang hilang.

Bahkan meski polisi telah menyerah, Na Jubong akan terus berusaha. Atas dedikasinya tersebut, lebih dari 800 orang hilang berhasil ditemukan.

Kisahnya berulang kali masuk di berita nasional setempat. Salah satunya bisa disaksikan di bawah ini.

 

Awal Tekad Na Jubong untuk Temukan Orang Hilang

Banyak di antara kalian yang mungkin sudah tak asing lagi dengan kasus menghilangnya 5 bocah laki-laki di Korea Selatan yang terjadi pada tahun 1991 silam. Kasus yang menggemparkan Korea Selatan pada masanya ini disebut sebagai “The Frog Boys” atau “Anak-Anak Katak”.

Peristiwa yang terjadi di Kota Daegu ini melibatkan 5 anak laki-laki yang saat itu duduk di bangku Sekolah Dasar Seongseo, yaitu Jo Hoyeon (12), Kim Yeonggyu (11), Park Chanin (9), Kim Jongsik (9) dan Woo Cheolwon (13).

Pada tanggal 26 Maret 1991 pagi, kelima bocah tersebut pamit untuk mencari telur salamander di Gunung Waryeong. Namun naasnya, ketika matahari telah terbenam, anak-anak tersebut tak juga kunjung pulang.

Baca Juga: Anak Ridwan Kamil Belum Ditemukan, Ini Doa Mencari Orang Hilang Menurut Islam

Para orang tua yang mulai khawatir akhirnya mencoba mencari anak-anak mereka di lingkungan sekitar. Meski waktu telah banyak berlalu, anak-anak tersebut tak juga ditemukan.

Para orang tua yang semakin merasa kalut pun lantas memutuskan untuk melapor ke kepolisian. Pencarian dilakukan. Saat Roh Taewoo, Presiden Korea Selatan pada masa itu, mengetahui berita ini, dia langsung memerintahkan pencarian besar-besaran di seluruh wilayah Korea Selatan.

Na Jubong bergabung dengan relawan pencarian "The Forg Boys"

Pencarian anak-anak hilang "The Frog Boys. (News Naver)

Diantara ratusan aparat berwajib dan relawan, Na Jubong adalah salah satu orang yang juga ikut berpartisipasi membantu keluarga korban. Keikutsertaan Na Jubong dalam misi pencarian “The Frog Boys” dimulai pada Juli 1991.

Saat itu, di wilayah Wolmido, Incheon, sebuah truk sewaan yang dihiasi foto-foto para korban dan dilengkapi dengan spanduk bertuliskan “Tolong bantu temukan anak kami yang hilang” melintas.

Hari itu menjadi momen pertama kali Na Jubong bertemu dengan para orang tua korban. Momen itulah yang menjadi salah satu pemantik tekad Na Jubong untuk ikut berpartisipasi dalam proses pencarian anak-anak yang hilang.

Baca Juga: Bak Kisah Drakor, Mahasiswi Korea Selatan Ceritakan Pengalaman Ditolong oleh Seorang Gangster

Dalam upayanya, Na Jubong rela melakukan apa saja untuk membantu para orang tua korban. Dengan dana pribadi, Na Jubong mencetak lembaran pamflet yang memuat informasi anak-anak yang hilang.

Tak hanya itu, dia juga menyediakan tumpangan hingga tempat menginap gratis untuk para orang tua ketika datang ke Seoul.

Karena terus dibayang-bayangi kekhawatiran, para orang tua korban tak lagi bisa fokus mencari nafkah. Untuk membantu para orang tua tersebut, akhirnya Na Jubong dan istrinya mencoba menggalang dana dengan meletakkan beberapa kotak sumbangan di depan stasiun kereta bawah tanah hingga tak segan-segan ‘mengamen’.

Saat berita penggalangan dana tersebut tersebar luas, Asosiasi Toserba Nasional dan banyak sekolah di Daegu juga berpartisipasi. Dalam serangkaian aksi penggalangan dana tersebut, sebanyak 42 juta won (500 juta rupiah) berhasil dikumpulkan dan diberikan kepada lima keluarga korban.

Mendirikan Organisasi Pencarian Orang Hilang

Pamflet orang-orang hilang. (Naver News)

Banyaknya kasus orang hilang yang menyedihkan dan memprihatinkan semakin mendorong Na Jubong untuk mendirikan sebuah organisasi yang ditujukan guna membantu pencarian orang hilang.

Organisasi bernama “National Organization of Finding Missing Children and Family” ini memiliki sekitar 100 anggota, dimana setengah diantaranya merupakan orang tua dari anak-anak yang hilang.

Baca Juga: Kisah Inspiratif Novan Alfaridzi, Siswa SD yang Menang Kompetisi Matematika Internasional di Korea

Meski organisasi ini berafiliasi dengan Badan Kepolisian Nasional Korea Selatan dan menerima dana sekitar 3 juta won (35,9 juta rupiah) setiap tahunnya, Na Jubong mengungkapkan bahwa organisasi yang dipimpinnya tersebut menghadapi kesulitan finansial yang cukup memprihatinkan.

Dana tersebut pada kenyataannya tak cukup untuk memenuhi biaya cetak pamflet informasi orang hilang. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Na Jubong rela mengucurkan dana pribadinya yang juga dibantu oleh sang istri yang sehari-harinya berjualan pakaian.

Meski beroperasi dalam keadaan yang kekurangan, Na Jubong dan rekan-rekannya tetap berpegang teguh pada tujuan mereka untuk menemukan orang-orang yang hilang. Melansir dari Korea JoongAng Daily, Na Jubong mengungkapkan bahwa organisasinya telah membantu sekitar 500 anak untuk bersatu kembali dengan orang tuanya.

Selama periode ujian masuk universitas berlangsung, banyak anak-anak Korea Selatan yang akan mengalami stress karena tekanan belajar semakin tinggi. Bahkan banyak diantara mereka yang nekat meninggalkan rumah. Pada periode tersebut, Na Jubong dan rekan-rekannya sering kali keluar masuk warnet hingga sauna untuk mencari anak-anak yang disangka hilang.

Tak cukup sampai disitu, Na Jubong juga seringkali bertindak sebagai mediator antara pihak keluarga dengan anak mereka. Karena pada faktanya, seringkali akar permasalahan seorang anak yang kabur dari rumah adalah keluarganya sendiri, terutama orang tua.

Baca Juga: Kisah Romantis Mahasiswi Asal Sumedang dan Dosennya: Beda 10 Tahun, Tunangan H-1 Sidang Skripsi

Hari Sibuk saat Masa Kampanye Pemilu Presiden Korea Selatan 2002

Sosok Na Jubong. (Youtube/EBS News)

Pada tahun 2002, Korea Selatan sedang mengadakan pemilihan umum untuk menentukan calon presiden baru. Pada masa itu, Na Jubong meminta semua calon presiden untuk menyertakan foto dan informasi anak-anak yang hilang di bagian belakang pamflet kampanye.

Mengutip dari News Naver, sebanyak 19 juta pamflet kampanye didistribusikan ke seluruh negeri. Dari aksi ini, sejak sore hari tanggal 4 Desember 2002, Na Jubong menerima 40 ribu panggilan telepon dari para warga yang bersaksi melihat anak yang mirip dengan potret orang hilang di pamflet kampanye yang tersebar.

Setelah menerima informasi tersebut, Na Jubong dan rekan-rekannya akan langsung menuju ke tempat dimana anak tersebut terakhir kali terlihat. Biasanya mereka akan mendatangi fasilitas penitipan anak hingga rumah ibadah untuk mencari keberadaan anak tersebut.

Tak hanya mampu menemukan sekitar 200 anak yang hilang, aksi ini juga mampu mencegah aksi penculikan seorang anak. Dimana pada saat itu, seorang penculik yang melihat pamflet kampanye yang dihiasi informasi orang hilang segera mengembalikan anak yang diculiknya.

Berkontribusi dalam Perubahan Undang-Undang

Sosok Na Jubong. (Youtube/EBS News)

Pada masa sebelumnya, semua kasus orang hilang akan dinyatakan kadaluarsa dalam kurun waktu maksimal 10 tahun. Akan tetapi, atas dedikasi dan dorongan organisasi Na Jubong, undang-undang tersebut secara resmi direvisi pada tahun 2005.

Dalam undang-undang yang baru, disebutkan bahwa semua kasus orang hilang tidak akan diberlakukan sistem kadaluarsa, sehingga pihak kepolisian dapat mengerahkan personilnya untuk melakukan pencarian apabila ditemukan suatu petunjuk.

Selain itu, secara tak langsung Na Jubong juga ikut berkontribusi dalam pengimplementasian sistem registrasi sidik jari di akte kelahiran dan dokumentasi (DNA) untuk bayi, hal diharapkan dapat mempermudah pencarian apabila nasib buruk menimpa orang tersebut.

Baca Juga: Kisah Tragis Agung: Tak Pulang Usai Tagih Utang Rp140 Juta, Baru Terungkap Jadi Korban Pembunuhan 2 Tahun Kemudian

Impian yang Belum Usai

Sosok Na Jubong. (Youtube/EBS News)

Kerja keras yang selama ini Na Jubong lakukan bersama rekan-rekannya masih belum membuatnya puas. Meski organisasinya telah berhasil mendorong pemerintah untuk merevisi undang-undang tentang kasus orang hilang, terutama anak-anak, Na Jubong masih memiliki impian lain yang belum terwujud.

Salah satu keinginan terbesarnya adalah menulis sebuah buku yang diharapkan dapat menjadi panduan bagi orang hilang. Selain itu, dia juga ingin membangun sebuah gedung peringatan untuk mengenang dan menghormati para korban.

Namun, satu hal penting yang paling dia dambakan adalah mengubah undang-undang yang mengatur tentang kasus orang dewasa yang hilang. Saat ini, setiap ada orang dewasa yang dilaporkan hilang, pihak kepolisian biasanya hanya akan mengklasifikasikan orang tersebut dalam kasus orang kabur.

Menurut Na Jubong, kasus orang dewasa yang hilang tak bisa dianggap sepele. Jumlah orang dewasa yang hilang mengalami peningkatan yang signifikan, terutama para lansia yang mengidap demensia dan perempuan yang rentan terhadap kejahatan. Kasus-kasus tersebut banyak yang berakhir buntu, mereka tak dapat ditemukan karena sistem hukum yang kurang tegas.

Baca Juga: Kisah Selebgram Aisyah Hijanah Dipoligami Suami Diam-diam saat Hamil 5 Bulan

32 tahun mendedikasikan hidup untuk mencari orang hilang, Na Jubong mengungkapkan bahwa perjuangannya masih panjang.

“Saya memulai aksi ini (mencari orang hilang) ketika anak pertama saya baru berusia 3 tahun. Sekarang, anak pertama saya sudah 35 tahun, sedangkan anak kedua saya sudah 29 tahun. Ini bukanlah sebuah pekerjaan. Saya menganggapnya sebagai sebuah misi. Oleh karena itu, kita tidak boleh berhenti mencari orang-orang yang hilang. Kita masih punya banyak PR untuk menciptakan lingkungan yang aman,” tutur Na Jubong seperti yang dilansir oleh News Naver.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: News Naver, Korea JoongAng Daily