INDOZONE.ID - Slametan merupakan tradisi doa bersama untuk keselamatan yang telah lama ada di masyarakat Jawa. Hingga kini, tradisi ini tetap dijaga dan dilakukan oleh banyak orang.
Asal-usul slametan berasal dari kepercayaan kuno masyarakat Jawa. Pada masa itu, orang Jawa percaya pada kekuatan roh nenek moyang yang dapat memberikan perlindungan.
Meski demikian, tradisi ini terus dijaga dan dilestarikan hingga saat ini. Namun, perubahan waktu membuat tradisi ini mengalami pergeseran di zaman modern.
Menurut penelitian berjudul “Slametan: Perkembangannya Dalam Masyarakat Islam-Jawa di Era Mileneal” yang diterbitkan pada Jurnal Ikadbudi tahun 2018, menyebutkan slametan di era milenial telah berubah bentuknya akibat teknologi dan gaya hidup modern.
Perjalanan Slametan di Masa Hindu-Buddha dan Islam
Ketika agama Hindu-Buddha datang ke Jawa, tradisi slametan tidak hilang. Bentuk dan simbolnya berubah, tetapi inti dari tradisi ini tetap bertahan.
Baca Juga: Rayakan Kembul Bujana Pakai Daun Pisang, Ide Syukuran Sederhana dan Low Budget!
Saat agama Islam mulai berkembang di Jawa, tradisi slametan kembali mengalami perubahan. Wali Songo menyelaraskannya dengan ajaran Islam, tanpa menghilangkan makna inti dari slametan.
Makna Simbolis dalam Tradisi Slametan
Dalam setiap slametan, sesaji dan makanan yang disajikan memiliki makna simbolis. Salah satu contohnya adalah tumpeng, yang melambangkan hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Esensi dari slametan adalah memohon keselamatan dan kesejahteraan, baik di dunia maupun di akhirat.
Ini merupakan bentuk ketaatan kepada Tuhan yang telah dilakukan secara turun-temurun.
Slametan di Era Milenial
Di era milenial, slametan tetap dilakukan meskipun beberapa elemen berubah. Teknologi dan gaya hidup modern mulai mempengaruhi cara masyarakat melaksanakan tradisi ini.
Di desa, slametan masih dilakukan dengan kuat. Namun, sesaji yang dulu rumit kini berubah menjadi lebih praktis, seperti ayam ingkung yang diganti dengan ayam goreng siap saji.
Transformasi Slametan di Perkotaan
Di kota-kota besar, tradisi slametan berubah nama menjadi syukuran atau tasyakuran. Bentuknya lebih sederhana dan praktis, dengan esensi yang tetap sama, yaitu doa bersama.
Generasi milenial sering membawa gadget saat menghadiri slametan. Hal ini menunjukkan adanya perubahan fokus, di mana teknologi lebih menarik perhatian dibandingkan tradisi.
Slametan Sebagai Wadah Sosial
Slametan tidak hanya sekadar ritual keagamaan, tetapi juga menjadi ajang mempererat hubungan sosial. Masyarakat berkumpul, berbincang, dan memperkuat ikatan antarwarga.
Contoh yang sering terjadi di era modern adalah syukuran saat menempati rumah baru. Sajian makanan kini berupa nasi kotak yang lebih praktis, tanpa menghilangkan nilai kebersamaan.
Syukuran dan Tasyakuran: Wujud Baru dari Slametan
Selain syukuran rumah baru, tasyakuran kelahiran juga menjadi bentuk lain dari slametan. Acara ini biasanya dilakukan di musala dengan sajian makanan sederhana dan doa bersama.
Ada pula syukuran untuk mengenalkan warga baru di perumahan. Masyarakat berkumpul untuk saling berkenalan, menikmati makanan ringan, dan mempererat hubungan di lingkungan baru.
Sinkretisme Budaya dalam Tradisi Slametan
Slametan adalah hasil perpaduan antara budaya Hindu, Buddha, dan Islam. Meskipun bentuknya mengalami perubahan, tujuannya tetap sama, yaitu untuk memohon keselamatan kepada Tuhan.
Baca Juga: Mengenal Tradisi Sumbangan Pernikahan di Situbondo, Mulai dari Barang hingga Uang
Perbedaan antara slametan di kota dan desa terletak pada bentuk dan penyajiannya. Di kota, slametan lebih sederhana, sedangkan di desa masih dilakukan dengan sesaji yang lebih lengkap.
Kesederhanaan dalam Tradisi yang Mendalam
Tumpeng menjadi simbol yang paling dikenal dalam slametan. Bentuknya yang kerucut melambangkan hubungan vertikal manusia dengan Tuhan, mengingatkan bahwa Tuhan adalah yang tertinggi.
Slametan adalah bentuk ibadah yang dilakukan masyarakat Jawa. Doa yang dipanjatkan dalam ritual ini adalah cara mereka mendekatkan diri kepada Tuhan dan memohon keberkahan hidup.
Pemimpin Doa dan Peran Ustaz
Di era sekarang, ustaz sering memimpin jalannya slametan. Mereka memandu doa bersama dan menyampaikan pesan tentang makna syukuran dan pentingnya menjaga tradisi ini.
Meskipun banyak perubahan, slametan tetap menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Jawa.
Tradisi ini tetap relevan, menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan tetap dihidupi.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Jurnal Ikadbudi