Dianggap Turunkan Keterampilan, Swedia Tarik Perangkat Digital dari Sekolah Kembali ke Buku Cetak
INDOZONE.ID - Pada akhir tahun 2023 lalu, Menteri Pendidikan Swedia, Lotta Edholm, menganjurkan para siswa yang pada awalnya menggunakan perangkat digital kembali menggunakan buku cetak dan tulis tangan.
Sejak itu, banyak guru yang sudah menekankan pada anak-anak yang kembali ke sekolah di seluruh Swedia, untuk menggunakan buku cetak sebagai bahan bacaan.
Anak-anak juga dianjurkan untuk melakukan latihan dengan tulisan tangan, serta mengurangi waktu dalam penggunaan perangkat online, seperti tablet dan aktivitas mengetik.
Kembalinya cara-cara belajar yang lebih tradisional ini merupakan respons terhadap para politisi dan ahli yang mempertanyakan apakah pendekatan digital terhadap pendidikan di Swedia, termasuk pengenalan tablet di sekolah taman kanak-kanak, telah menyebabkan penurunan keterampilan dasar.
Lotta Edholm, selaku Menteri Pendidikan yang menjabat saat itu pernah menyatakan bahwa siswa Swedia membutuhkan lebih banyak buku cetak (fisik), karena sangat penting dalam pembelajaran siswa. Hal ini Edholm sampaikan pada bulan Maret 2023.
Kemudian, di bulan Agustus 2023, sang menteri mengumumkan bahwa pemerintah ingin membatalkan keputusan dari badan pendidikan nasional yang menjadikan perangkat digital wajib di taman kanak-kanak.
Ini bertujuan untuk sepenuhnya mengakhiri pembelajaran digital untuk anak-anak di bawah usia enam tahun.
Meskipun siswa Swedia memperoleh nilai di atas rata-rata Eropa untuk kemampuan membaca, penilaian internasional tentang tingkat membaca kelas empat, Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS), menunjukkan penurunan di kalangan anak-anak Swedia antara tahun 2016 dan 2021.
Baca Juga: Tak Hanya Menyenangkan, Inilah 10 Manfaat Mengejutkan Membaca Buku Fiksi
Pada tahun 2021, siswa kelas empat Swedia rata-rata memperoleh 544 poin, turun dari rata-rata 555 pada tahun 2016.
Namun, secara keseluruhan skor, negara tersebut masih masuk ke dalam peringkat tujuh tertinggi bersama Taiwan.
Para ahli pendidikan berpendapat bahwa hal tersebut mungkin disebabkan karena pandemi virus corona, sehingga banyak siswa imigran di Swedia tidak menggunakan bahasa Swedia sebagai bahasa utama.
Namun penggunaan layar perangkat digital yang berlebihan selama pelajaran sekolah, mungkin menyebabkan anak-anak tertinggal selama pembelajaran.
Sebuah sekolah kedokteran yang prestisius dan berfokus pada penelitian, Karolinska Institute Swedia, menyatakan bahwa perangkat digital lebih merugikan daripada meningkatkan pembelajaran siswa.
"Kami percaya bahwa fokus (belajar siswa) harus kembali pada memperoleh pengetahuan melalui buku teks cetak dan keahlian guru, daripada memperoleh pengetahuan terutama dari sumber digital yang tersedia secara bebas yang belum diuji kebenarannya."
Pengadopsian pembelajaran secara digital telah menimbulkan kekhawatiran dari badan pendidikan dan kebudayaan PBB.
Dalam sebuah laporan, UNESCO mendesak negara-negara untuk mempercepat koneksi internet di sekolah-sekolah.
Namun pada saat yang sama, mereka juga memperingatkan bahwa teknologi dalam pendidikan harus diterapkan dengan cara yang tidak menggantikan instruksi langsung dari guru dan mendukung tujuan bersama dari pendidikan berkualitas untuk semua.
Dengan kata lain, tidak semua kegiatan pembelajaran digantikan dengan teknologi, melainkan sebagai tambahan atau bantuan untuk sumber daya yang sudah ada.
Seorang siswa kelas tiga di sekolah dasar Djurgardsskolan di ibu kota Swedia, Liveon Palmer mengungkapkan persetujuannya untuk menghabiskan lebih banyak jam sekolah secara offline.
"Saya lebih suka menulis di sekolah, seperti di atas kertas, karena rasanya lebih baik," katanya kepada Associated Press.
Guru mereka, Catarina Branelius, mengatakan bahwa dia sangat selektif dalam meminta siswa menggunakan tablet selama pelajarannya, bahkan sebelum adanya perhatian terhadap penggunaan perangkat digital di tingkat nasional.
Baca Juga: Cuma Karena Lupa Bawa Buku Pelajaran, Seorang Guru Coret Muka Muridnya dengan Angka 100
"Saya menggunakan tablet untuk pelajaran matematika dan kami menggunakan beberapa aplikasi, tetapi saya tidak menggunakan tablet untuk menulis teks," kata Branelius.
Untuk mengatasi penurunan kemampuan membaca kelas empat di Swedia, pemerintah Swedia mengumumkan investasi senilai kr685 juta (sekitar Rp1,1 triliun) untuk pembelian buku untuk sekolah-sekolah pada tahun 2023.
Sedangkan, di setiap tahun 2024 dan 2025 sebanyak kr500 juta (sekitar Rp800 miliar) dibelanjakan untuk mempercepat kembalinya buku teks.
Namun, tidak semua ahli yakin bahwa inisiatif ini merupakan keputusan yang terbaik bagi siswa.
Seorang profesor pendidikan di Monash University di Melbourne, Australia, Neil Selwyn mengatakan bahwa ini merupakan cara-cara pemerintah Swedia berkomitmen pada nilai-nilai tradisional.
"Pemerintah Swedia memang memiliki poin yang valid ketika mengatakan bahwa tidak ada bukti teknologi meningkatkan pembelajaran, tetapi saya rasa itu karena tidak ada bukti yang jelas tentang apa yang berhasil dengan teknologi, teknologi hanyalah satu bagian dari jaringan faktor yang sangat kompleks dalam pendidikan," kata Selwyn.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: The Guardian