Kasus obat sirup yang mengandung cemaran zat kimia etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG), masih belum ada perkembangan terbarunya. Setelah ditetapkan sejumlah tersangka, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) atau polisi belum melaporkan kembali informasi terbarunya.
Asosiasi industri farmasi yang disebut Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI), meminta aparat kepolisian segera tindak tegas oknum supplier bahan baku obat sirup.
“Aparat penegak hukum untuk segera memproses dan menindak tegas pelaku agar memberikan efek jera,” kata Direktur Eksekutif GPFI Elfiano Rizaldi, dikutip dari Antara, Rabu (21/12/2022).
Baca Juga: PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Jadi Tersangka Kasus Obat Sirup
Ia mengatakan, ada sejumlah supplier bahan kimia yang menyalahgunakan kesempatan kerja sama, yakni dengan menjual bahan pelarut yang tidak diperbolehkah, dalam hal ini EG dan DEG.
"Ini memang sudah ditemukan penyebab terjadi ini dimulai dari supplier bahan obat pelarut. Pelarut yang resmi PG, PEG, sorbitol, gliserom. Tapi yang tidak baik itu yang etilen glikol (EG), dan dietilen glikol (DEG)," beber Elfiano.
Menurutnya, hal itu yang dimanfaatkan oknum supplier bahan baku obat, untuk mencampur zat kimia berbahaya. Sehingga berakibat terjadinya gagal ginjal akut pada ratusan anak Indonesia.
"Jadi sekali lagi, ini bukan sistemik. Bukan karena aturan tidak ada atau SOP tidak ada. Tapi dimanfaatkan oleh oknum dan ada industri farmasi yang tertutup. Tidak semuanya industri. Industri farmasi kita ada lebih dari 160," katanya.
Elfiano juga mendorong otoritas kesehatan untuk melakukan pembinaan kepada Industri Farmasi, yang melakukan kelalaian atau ketidakdisiplinan dalam proses produksi obat sirup. Hal ini dengan mempertimbangkan prinsip ultimum remedium, atas proses hukum yang sedang berjalan sekarang.
Sementara itu, Ketua GPFI Tirto Koesnadi mengatakan, kasus cemaran obat sirup merupakan kejadian yang belum pernah terjadi dalam Industri Farmasi Indonesia selama lebih dari 40 tahun.
Menurutnya, industri farmasi selama ini memproduksi 90 persen dari total volume obat nasional dengan berbagai jenis tablet, sirup, injeksi, kapsul, inhalasi dan berbagai produk obat lainnya. Namun, kasus pencemaran itu hanya terjadi pada spesifik sirup.
Baca Juga: Bareskrim Tetapkan 2 Korporasi Sebagai Tersangka Kasus Gagal Ginjal Akut
Tito menilai, hal ini menunjukkan mayoritas sistem kualitas produksi industri farmasi dan sistem pengawasan dan pembinaan BPOM sudah berjalan baik. Tapi, ada penyebab spesifik yang menyebabkan hanya sirup bermasalah.
“Selama ini pengawasan Badan POM sudah termasuk yang sangat ketat di antara negara Asia. Karena lembaga yang merupakan anggota dari Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme (PIC/S) itu, telah menerapkan aturan yang mengacu pada standar internasional,” tutur Tito.
Tito bilang, industri farmasi juga sudah melakukan proses produksi sesuai dengan standar CPOB. Hal itu dibuat dengan merujuk pada standar internasional yang diawasi secara ketat dan konsisten oleh BPOM.
Ia menyebutkan, ada dua hal yang membuat terjadinya cemaran EG/DEG. Pertama, adanya pemalsuan bahan pelarut oleh oknum supplier kimia yang mengganti bahan PG menjadi EG/DEG.
“Kedua, hasil produksi sirup obat jadi tidak diperiksa untuk kandungan EG/DEG, karena selama ini belum ada standar di dunia untuk pemeriksaan EG/DEG pada Produk Jadi Obat,” ujar Tito.
GPFI pun meminta ke seluruh Industri Farmasi, khususnya yang tergabung dalam asosiasi mereka, untuk segera melakukan pengujian ulang terhadap item obat sirup.
Baca Juga: BPOM Digugat ke PTUN Terkait Obat Sirup: Salah Sekali, Tidak Paham Mereka
Lalu, mereka harus melaporkan hasilnya kepada BPOM, untuk diverifikasi sesuai dengan Surat Edaran BPOM tanggal 18 Oktober 2022.
“Kami juga mendukung agar Kementerian Kesehatan berkolaborasi dengan Badan POM membuat farmakope panduan pemeriksaan EG/DEG pada produk jadi. Sehingga, kejadian cemaran terhadap obat sirup yang diduga menyebabkan gagal ginjal akut pada anak, tidak terjadi lagi,” tandasnya.
Sebelumnya, BPOM sudah melakukan penindakan dengan mencabut izin edar tiga perusahaan farmasi, yaitu PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, dan PT Afi Farma.
Lalu pada beberapa pekan selanjutnya, BPOM kembali menarik dan memusnahkan obat sirup yang diproduksi dua industri farmasi, PT Samco Farma dan PT Ciubros Farma. Izin dua industri farmasi itu juga sudah dicabut.
Artikel Menarik Lainnya:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: