Kain Tenun Sumba Nusa Tenggara Timur (NTT)
Setelah serat kapas kering, serat-serat ini dipintal menjadi benang menggunakan alat yang disebut 'kidde'.
Selanjutnya, benang-benang ini masuk dalam proses pewarnaan.
Pewarna alami digunakan, seperti akar mengkudu untuk warna merah, tanaman nila untuk warna biru, kulit kayu untuk warna kuning, dan warna dasar kapas untuk warna putih.
Untuk menciptakan warna hitam, biasanya dilakukan pencampuran warna merah dan biru.
Setelah proses pewarnaan selesai, benang-benang tersebut dapat dijadikan kain melalui proses penenunan.
Benang-benang yang pada awalnya tidak memiliki arti kemudian dihidupkan menjadi motif-motif yang memiliki makna oleh para perempuan Sumba yang mahir dalam tenun.
Baca Juga: Mengenal Berbagai Jenis Motif Ulos, Kain Tenun Khas Batak di Sumatera Utara
Mereka menangani seluruh proses tenun ikat mulai dari memilih motif, mempersiapkan bahan-bahan (benang dan pewarna), proses penenunan, hingga pada akhirnya menghasilkan selembar kain.
Proses pembuatan kain tenun Sumba membutuhkan waktu yang lama, antara 6 bulan hingga 3 tahun, karena dilakukan secara tradisional tanpa menggunakan mesin.
Kesabaran perempuan Sumba terbayar dengan hasil kain tenun yang indah dan memiliki nilai yang tinggi.
Selain memberikan penghidupan kepada banyak masyarakat Sumba dan meningkatkan ekonomi lokal, tenun Sumba juga berperan penting dalam melestarikan tradisi budaya.
Dengan menjaga dan menghargai seni tenun ini, tradisi dan warisan budaya Sumba tetap lestari dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Penulis: Hilwah Nur Puspitawati
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Galerisumba.com