Sabtu, 19 OKTOBER 2024 • 17:00 WIB

Mengulik Tabu Inses dari Sudut Pandang Sosial dan Kesehatan

Author

Ilustrasi mengulik tabu inses

INDOZONE.ID - Dalam memahami suatu hal, diperlukan penjelasan akan definisi hal tersebut. Hal itu berlaku pula pada tabu inses yang memiliki arti tentang larangan menikah atau hubungan seksual dengan anggota keluarga dekat. Hal tersebut berkaitan dengan nilai moral dan juga norma dari beragam budaya. 

Sederhananya, tabu inses adalah larangan untuk menjadikan seseorang sebagai suatu pasangan menikah atau berhubungan seksual.

Walau memiliki perbedaan tentang siapa saja yang dikenali sebagai "keluarga dekat", sistem tabu inses ini banyak dipakai di beragam kebudayaan.

Sisi sosial serta biologis menjadi acuan penting yang membentuk aturan tabu inses. Jika dilihat dari sisi biologis, perilaku inses menghasilkan keturunan yang memiliki kecenderungan cacat atau kelainan genetik. 

Penelitian mengungkapkan bahwa perkawinan dengan kerabat yang masih memiliki hubungan darah kuat, mempunyai resiko besar bahwa keturunannya akan cacat. Dari kecacatan itu memiliki banyak resiko penyakit yang akhirnya menjurus pada kematian.

Dari hal tersebut menunjukan alasan dari adanya tabu inses ini agar manusia mampu melindungi kesehatan mereka.

Baca Juga: 5 Dampak Aktivitas Seksual pada Kesehatan Mental Anak Muda: Positif atau Negatif?

Asal Usul Tabu Inses

Ada banyak alasan mengenai asal usul tabu inses. Salah satunya arus besar teori utama dalam konteks ini adalah Westermarck. Teori ini menyebutkan tentang bagaimana individu yang besar bersama di dalam lingkungan yang dekat, seperti keluarga semasa kanak-kanak, akan mengembangkan ketidaktertarikan seksual satu sama lain.

Penelitian di komunitas Kibbutz Israel dan perkawinan Simpua di Taiwan juga mendukung pandangan besar ini. Terlihat melalui penelitian itu, di mana anak-anak yang tumbuh bersama-sama jarang memiliki ikatan romantis atau seksual yang mendalam.

Maka dari itu, tabu inses ada secara natural dalam masyarakat yang tujuannya secara tidak langsung merupakan tameng terhadap dampak kelainan genetik yang merugikan.

Ada pula teori dari Malinowski yang mengutarakan bahwa inses tabu muncul agar dapat mencegah kompetisi antar anggota keluarga yang dapat mengarah ke kerusakan dari keluarga tersebut.

Selain dari Malinowski, Sigmund Freud menyatakan tentang tabu inses sebagai penyimpangan seksual. Dalam perspektifnya tabu inces ada untuk menghindari hubungan Oedipus Complex dan Electra Complex.

Tabu Inses dalam Perspektif Sosial dan Budaya

Selain dari penjelasan di sisi biologis, ada alasan besar dari segi di balik penerapan tabu inses. Antropolog seperti Claude Levi-Strauss berpendapat bahwa tabu inses ini sebagai pendorong perkawinan eksogami. Perkawinan itu memiliki arti menikah di luar kelompok keluarga, dari hal tersebut hasilnya ialah perluasan sistem jaringan sosial dan membangun aliansi baru. 

Dalam masyarakat tradisional dan bersahaja kegiatan ini penting sekali. Tujuan dari praktik inces tabu akan memperkuat hubungan antar kelompok satu sama lain, baik secara politik maupun ekonomi.

Walaupun tabu inses hampir secara mendominasi diterapkan dalam berbagai budaya, tetap saja terdapat beberapa pengecualian. Salah satunya ialah kebudayaan masyarakat Mesir Kuno. Dalam kehidupan kelurga kerajaan Mesir Kuno kerap terjadi pernikahan dengan saudara dekat ataupun kandung, tujuannya yaitu mempertahankan kekuasaan juga garis keturunan. 

Melalui kegiatan inces ini dapat diketahui beberapa hal. Seperti bahwasanya dalam di kalangan elit tertentu, inses dipakai sebagai alat atau media untuk menjaga kontrol atas sumber daya dan kekuasaan yang dimiliki.

Baca Juga: 5 Tips Masturbasi Sehat yang Bikin Kamu Lebih Produktif

Pengaruh Hukum dan Norma Modern

Tabu inses masih dipakai sampai sekarang dan tetap relevan dalam masyarakat modern terlebih dari sisi hukum. Ada banyak negara yang dengan tegas melarang hubungan inces ini, salah satunya dengan penerapan undang-undang yang akan memberi hukuman keras bagi pelanggar.

Di Indonesia tabu inses ada dalam undang-undang perkawinan dan pidana yang disertai sanksinya. Sementara di negara lain seperti Amerika Serikat mirip dengan di Indonesia, di mana hubungan inses merupakan tindak pidana yang dapat dikenai hukuman dengan penjara.

Selain hukum, sanksi sosial turut berpengaruh besar dalam peranannya terhadap tabu inces. Pelaku inses beserta keluarganya kerap dilabeli secara negatif oleh masyarakat sekitarnya. Pengucilan dan penilaian buruk adalah bentuk dari tindakan komunitas terhadap pelaku. Dengan demikian, tabu inses bukan cuma dibentengi oleh hukum, tetapi juga oleh norma sosial yang ketat dan mengikat.

Kemajuan dalam sains genetika menambah lapisan baru untuk memahami resiko besar dalam hubungan inses. Konseling genetik sekarang tersedia bagi pasangan yang memiliki hubungan darah guna membantu mereka paham akan risiko besar bagi keturunan mereka. Sains modern seolah menjadi gebrakan utama dalam memberi penjelasan yang lebih mendalam terkait risiko inses, melampaui sekadar larangan moral atau budaya.

Tantangan Terhadap Tabu Inses di Era Modern

Namun, dengan perkembangan teknologi reproduksi yang begitu besar seperti donor sperma dan sel telur membuat garis batas inses menjadi semakin kabur. Sebagai contoh, apakah etis dan bagi seorang perempuan untuk memakai sperma dari saudaranya sendiri dalam proses donor?

Melalui munculnya keluarga yang berbeda yaitu non-tradisional, seperti keluarga pasangan sesama jenis atau juga yang terbentuk dari adopsi mengakibatkan hubungan garis keluarga menjadi lebih rumit. Walau demikian, penting untuk menetapkan batasan yang pakem sehat dalam dalam hubungan keluarga adalah sebuah hal yang tidak dapat dipungkiri.

Tabu inses, meskipun bisa jadi mengalami transformasi bentuk sesuai perkembangan zaman, tetap saja fungsinya masihlah sama yaitu pelindung stabilitas sosial serta kesejahteraan genetik masyarakat. Kombinasi alasan sosial, budaya, biologis dan hukum akan memastikan bahwa tabu inses tetap menjadi elemen penting dalam struktur sosial manusia.

 


Banner Z Creators Undip.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi

Sumber: Advances In Anthropology