Lalu di hadapannya ada beberapa sosok analisis
Entah itu kontradiksi tetapi hatiku hendak berangkat
Belum lagi air mata meringis kecil kesakitan
Disangka kering ternyata tidak kokoh bendungannya
Aku melihat ke arahnya dengan pelipis mataku
Ampun ini di dalamnya berdarah-darah
Hampir mati
Dia terlihat biasa saja, ringan
Tubuhku gontai terambau cedera yang jelas
Tadinya aku masih berharap
Dia yang akan membangun narasi perjuangan
Namun, kenyataannya
Aku hanya memanjangkan angan-angan
Apa itu cinta?
Mencintainya adalah sebuah ingatan bagiku
Tidak apa
Jika gagasan cinta itu numpang lewat
Setidaknya aku pernah menjadi bagian dalam dirinya
Sederhananya, tulusku membekas di raganya
Terima kasih, kamu
Untuk waktu yang sebentar
Pasal yang bodoh adalah
Ketika kamu berharap mendapatkan cinta
dari semua penonton
Memburu sanjungan demi sanjungan kelas atas
Mustahil. Jelas fiksi.
Paradigma kehidupan bagi pemenang tidak akan berpikir begitu
Itu hanya untuk orang-orang yang berkarya dengan aspirasi
Apalagi menggantungkan kebahagiaan pada insan
Yang telak sepakat zalimnya luar biasa, bodohnya minta ampun
Cukup ya, jangan lagi
Kamu bisa remuk
Kenapa?
Menunggu-nunggu pesan manis darinya?
Tidakkah kau lelah?
Terngiang-ngiang haus kegilaan yang katanya cinta
Cukuplah!
Makhluk sudah bakat membuat pupus
Getol terus berharap, belum lagi menuntut
Sementara kau malas mengecek pesan lain
Pesan satu-satunya sepakat prioritas
Yang terangnya sudah siap tidak akan mengecewakan
Iya, kau terlalu lupa untuk membaca pesan-Nya
Hei, kembang gula!
Mari kita bertemu purnama
Jangan menunggu yang sabit
Dia belum siap menerima guncangan
Dia masih bersembunyi dalam gegana
"Memangnya kenapa?"
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: