Mengutip dari buku Terjemahan Duratun Nasihin Nabi Muhammad SAW menjelaskan “puasa adalah perisai, maka apabila salah seorang di antara kamu sedang berpuasa, janganlah berkata kotor dan jangan pula bertengkar,".
Penjelasan tersebut mengajarkan bahwa puasa bukan sekedar menahan lapar dan haus, tetapi menjaga diri dari perbuatan kerakusan akan apapun, sehingga perbuatan itu akan merusak nilai-nilai ibadah.
Seperti arti Surat At-Takatsur ayat 1, “ Berbangga-bangga dalam memperbanyak dunia telah melalaikan kamu, “ QS. At-Takatsur: 1.
Ketidakmampuan menahan diri dengan alasan kerakusan dunia demi mengejar hal-hal bersifat sementara ditambah dengan cara yang batil, akan mengurangi makna ibadah puasa yang selama ini kita lakukan selama 1 bulan penuh selama Ramadhan.
Selain itu, puasa memiliki manfaat luar biasa terhadap kesehatan jasmani. Mengutip dari Jurnal Excelsis Deo yang membahas tentang Teologi Puasa Dalam Perspektif Kesehatan, menjelaskan puasa dapat menstabilkan gula darah, meningkatkan metabolisme tubuh, dan memberikan kesehatan lambung, serta sistem pencernaan karena ketika manusia berpuasa sistem pencernaan beristirahat.
Pelajaran terbesar dari puasa adalah bagaimana kita bisa lebih memahami perasaan dan bisa menolong orang-orang yang kurang beruntung atau orang-orang lemah akibat salah satu faktor penyebab. Rasa empati menjadi salah satu alasan perlunya manusia berpuasa untuk menajamkan kembali kepekaan sosialnya.
Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri, semakin terbuka kita kepada emosi positif diri sendiri, maka semakin terampil kita membaca perasaan.
Hal sederhana saja di dalam puasa sering kali kita merasakan lapar, dan haus, maksud dari itu apabila kita amati secara mendalam mampu memunculkan kesadaran diri akan keterbatasan yang dimiliki oleh manusia-manusia lainnya.
Kemudian bagaimana kita menyikapi hal tersebut, salah satunya yakni dengan ikut membatasi diri atau menahan diri akan kemewahan atau keberlimpahan apapun untuk berhenti terhadap memperbanyak dunia.
Sebaliknya kita membantu dengan membangun rasa kemampuan empati sosial terhadap orang-orang yang dikalahkan oleh faktor ekonomi, politik, hingga pendidikan.
Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman:
“Mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan tawanan,” ( QS Al-Insan: 8).
Ayat ini menjadi pengingat bahwa puasa bukan sekedar menahan lapar dan haus semata, melainkan berbagi dengan sesama adalah bagian dari esensi puasa yang sebenarnya.
Mengutip dari buku Emotional intelligence Kecerdasan Emosional, Daniel Goleman menjelaskan kemampuan berempati yaitu kemampuan untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain ikut berperan dalam pergulatan di arena kehidupan.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Jurnal Excelsis Deo: Vol.5.