INDOZONE.ID - Pertusis atau batuk 100 hari disebut juga batuk rejan, adalah salah satu penyakit menular yang menyerang saluran pernapasan manusia.
Penyakit ini sangat mudah menyebar, di mana penyebarannya dihasilkan dari droplet penderita yang batuk atau bersin.
Penyakit ini sangat berbahaya bagi bayi dan anak-anak, karena menjadi penyebab utama kematian pada kelompok usia bayi dan anak-anak.
Penyebab penyakit pertusis yaitu infeksi bakteri bordetella pertusis. Gejala akan terjadi setelah 7 hingga 10 hari setelah seseorang terpapar bakteri tersebut dan bervariasi menurut usia.
Gejala awal yang terjadi yaitu gejala pilek seperti hidung meler, kelelahan, mata berair, dan demam. Baru di fase selanjutnya, penyakit ini dapat dibedakan dengan penyakit pernafasan lainnya.
Satu atau dua minggu setelahnya, penderita pertusis akan menderita batuk yang keras dan berulang, dan biasanya disertai suara rejan.
Beberapa kondisi yang dapat terjadi akibat batuk ekstrem ini antara lain hilangnya kendali kantung kemih, muntah, serta menyebabkan terjadinya kelelahan, pusing, sakit kepala, bahkan dapat menyebabkan bibir biru setelah terjadinya batuk.
Baca Juga: Dinkes Sulsel Kirim Sampel Anak Dicurigai Pertusis Usai 4 Orang Terkonfirmasi
Beberapa aktivitas yang memicu terjadinya batuk antara lain tertawa, berolahraga, berteriak, atau saat sedang meregangkan badan. Frekuensi batuk akan semakin sering saat malam hari.
Gejala yang terjadi pada remaja dan orang dewasa biasanya tidak separah pada bayi dan anak-anak, terlebih lagi ketika mereka sudah divaksin saat masih anak-anak.
Pada bayi yang terkena pertusis, perlu mendapat perhatian lebih, karena seringnya bayi tidak batuk sama sekali, namun yang terjadi adalah berhenti napas dan membiru, sehingga perlu segera dilakukan penanganan medis lebih lanjut.
Selain pada bayi dan anak-anak, pertusis dapat menjadi parah pada orang yang berisiko tinggi, seperti pada penderita asma, di mana lebih berisiko terjadinya komplikasi.
Pengobatan pertusis dapat dilakukan dengan mengonsumsi antibiotik yang sudah diresepkan oleh dokter. Konsumsi antibiotik ini sangat penting dilakukan karena untuk mengurangi tingkat keparahan, durasi, dan risiko komplikasi, utamanya pada bayi.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: WHO, CDC