Ilustrasi hasil CT Scan kanker paru. (Freepik/Pressphoto)
Seiring waktu penanganan pasien kanker di Indonesia semakin lengkap dan sudah punya alat-alat canggih. Termasuk kanker paru yang sering mengintai kaum laki-laki akibat paparan rokok dan gaya hidup.
Dalam simposium yang digelar MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, yaitu Siloam Oncology Summit ke-5 yang berlangsung di Jakarta, 16-18 Mei 2025, sebanyak 700 partisipan yang terdiri dari dokter subspesialis, dokter spesilias, dokter umum, radiologis, perawat, perwakilan rumah sakit, dan lain-lain mengetahui informasi terkini terkait dengan manajemen kanker.
Executive Director MRCCC Siloam Hospitals Semanggi Dr Edy Gunawan, MARS, mengatakan, data kanker 60-70% terdiagosis dalam stadium lanjut inilah yang membuat berat beban pembiayaan. Pengobatan lebih kompleks, outputnya tidak sebaik jika deteksi dan penanganan sejak dini.
“Maka kami selalu memposisikan diri tidak hanya sebagai RS, tapi berperan menanggulangi besarnya beban kanker di Indonesia,” ujar dr Edy dalam Agenda Siloam Oncolgy Summit ke-5 di Jakarta.
Baca Juga: Penyakit Mematikan, Ini Cara Mengurangi Risiko Kanker Paru
Dokter Spesialis Paru Subspesialis Onkologi Toraks dari MRCCC Siloam Hospitals, Dr. Sita Laksmi Andarini, Ph.D, SpP (K), menjelaskan, kanker paru masih menjadi ancaman kesehatan serius di Indonesia.
Penyakit ini bukan hanya menduduki peringkat atas dalam daftar penyebab kematian akibat kanker, tapi juga semakin banyak menyerang usia muda.
"Sebagian besar kasus baru terdeteksi saat sudah memasuki stadium lanjut. Di Indonesia, kanker paru pada perempuan ditemukan rata-rata pada usia 58 tahun, sedangkan di luar negeri sekitar 68 tahun. Itu berarti 10 tahun lebih muda," terang dr. Sita.
Baca Juga: Gejala Awal Kanker Paru-paru, Cara Mengenali dan Mencegahnya
Ilustrasi kanker paru-paru.
Kanker paru merupakan penyebab kematian nomor satu akibat kanker pada laki-laki. Sementara pada perempuan, penyakit ini menempati posisi ke-6. Secara keseluruhan, kanker paru berada di peringkat ketiga terbanyak di Indonesia untuk kedua jenis kelamin.
Lebih mengkhawatirkan lagi, 90% kasus kanker paru di Indonesia terdiagnosis saat sudah berada di stadium 4, yaitu saat sel kanker sudah menyebar luas. Ini membuat pengobatan menjadi lebih kompleks, lebih lama, dan lebih mahal.
dr. Sita menambahkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka kanker paru di Indonesia. Salah satunya adalah tingginya prevalensi merokok, terutama pada laki-laki.
"Sekitar 67 persen laki-laki di Indonesia adalah perokok aktif. Tapi yang tak kalah berisiko adalah perokok pasif. Risiko terkena kanker paru pada perokok pasif meningkat empat kali lipat dibandingkan yang tidak terpapar asap rokok," jelas dr. Sita.
Penggunaan rokok elektrik atau vape juga patut diwaspadai. Banyak orang menganggap bahwa rokok elektrik itu aman.
Padahal vape juga mengandung nikotin dan bahan kimia lain yang berbahaya.
Efek sampingnya mungkin belum terlihat sekarang, tapi akan muncul 10–15 tahun ke depan. Begitu juga dengan polusi udara dan paparan bahan kimia berbahaya juga menjadi faktor yang tidak bisa diabaikan.
Baca Juga: Penyakit Mematikan, Ini Cara Mengurangi Risiko Kanker Paru
Prosedur screening kanker paru dilakukan dengan pemeriksaan Low Dose CTscan thorax. Pemeriksaan ini aman karena menggunakan radiasi dosis rendah dan bisa dilakukan di rumah sakit tipe C ke atas.
Dari hasil CT scan ini, dokter bisa melihat adanya nodul atau tanda awal kanker paru. Bahkan bisa juga mendeteksi penyakit paru lainnya sebelum muncul gejala.
Selain itu, tersedia juga kuesioner NARU, yakni alat skrining untuk menilai apakah seseorang tergolong rendah, sedang, atau tinggi risikonya terkena kanker paru. Jika hasilnya sedang atau tinggi, dokter akan merekomendasikan pemeriksaan lanjutan berupa CT scan thorax.
Ilustrasi kanker paru-paru.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Liputan Langsung