INDOZONE.ID - Kecubung atau Datura sp. merupakan tanaman yang sering disalahgunakan karena mengandung berbagai bahan aktif yang dapat menimbulkan efek negatif bagi tubuh.
Meski kecubung memiliki beberapa manfaat sebagai obat alternatif, namun jika terlalu banyak mengonsumsi kecubung dapat menyebabkan keracunan bahkan kematian.
Konsumsi kecubung dapat menyebabkan keracunan, kematian, dan berbagai masalah kesehatan lainnya.
Berikut ini alasan mengapa hindari konsumsi buah kecubung secara berlebihan.
Baca Juga: Viral Pria Halusinasi Berhari-hari Usai Makan Buah Kecubung, Ngeri Efeknya Pengaruhi Otak
Buah kecubung mengandung senyawa alkaloid seperti skopolamin, saponin, glikosida flavonoida, dan polifenol yang dapat menimbulkan halusinasi. Hal ini dikarenakan kecubung termasuk dalam golongan tanaman opioid, seperti ganja dan katinon.
Orang yang mengonsumsinya juga dapat mengalami pusing berkepanjangan dan muntah-muntah. Efek ini akan bertahan semakin lama jika dikonsumsi dalam jumlah banyak. Bahkan, saking kuatnya efek memabukkan dari buah kecubung, orang yang mengonsumsinya bisa tidak sadarkan diri selama tiga hari.
Jika dikonsumsi terus-menerus, akan mengakibatkan dampak serius mulai dari keracunan hingga kematian.
Buah kecubung juga mengandung bahan kimia yang menyebabkan efek pengeringan pada tubuh. Beberapa gejala yang dapat terjadi karena efek ini adalah kulit kering, pusing, tekanan darah rendah, dan detak jantung cepat.
Kondisi ini dapat memengaruhi otak dan jantung, sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan.
Baca Juga: Efek Mengonsumsi Kecubung yang Disebut Lebih Berbahaya dari Ganja: Bahagianya Cuma Sesaat
Kebanyakan orang yang mengonsumsi buah kecubung berakhir memiliki ketergantungan atau kecanduan. Efek dari buah kecubung dialami oleh seseorang selama sekitar 4-6 jam dan akan kembali normal tetapi diikuti dengan rasa lemas serta depresi.
Untuk mengatasi efek ini, biasanya seseorang yang terlanjur mengkonsumsi buah kecubung akan diberi obat-obatan antipsikotropik seperti anticemas dan antidepresan. Selain obat, ada pula terapi rehabilitasi bernama Cognitive Behavior Therapy (CBT).
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Alodokter, Halodoc