Penelitian menunjukkan adanya hubungan yang kompleks antara vaping dan kesehatan mental, dengan beberapa aspek yang mengkhawatirkan.
Remaja sering menggunakan vape atau rokok elektrik sebagai cara untuk mengatasi masalah kesehatan mental seperti kecemasan atau depresi.
Kepuasan instan dari nikotin dapat meningkatkan suasana hati dan relaksasi sementara, memperkuat perilaku vaping melalui kondisioning operan.
Seiring waktu, remaja cenderung mengaitkan vaping dengan perasaan positif, meningkatkan kemungkinan penggunaan berkelanjutan meskipun ada dampak negatif, dan menciptakan siklus ketergantungan.
Namun, bantuan jangka pendek dari vaping tidak mengatasi penyebab mendasar dari masalah kesehatan mental mereka. Penggunaan vape yang rutin telah dikaitkan dengan peningkatan tingkat kecemasan, depresi, dan stres akibat perubahan neurokimia yang disebabkan oleh nikotin.
Vaping juga berhubungan dengan peningkatan kemungkinan munculnya pemikiran dan percobaan bunuh diri di kalangan remaja.
Paparan nikotin selama periode kritis perkembangan otak juga dapat mengganggu fungsi kognitif, memori, dan perhatian, dengan dampak jangka panjang pada kinerja akademik dan kesejahteraan mental secara keseluruhan. Gejala putus nikotin memperburuk masalah ini, membuat remaja semakin sulit untuk berhenti.
Vaping juga menimbulkan kekhawatiran sebagai potensi awal menuju penggunaan narkoba. Remaja yang memulai dengan vaping lebih mungkin beralih ke merokok tradisional dan penggunaan zat lainnya, yang dapat berdampak serius pada kesehatan jangka panjang mereka.
Ilustrasi vape yang menjadi ancaman baru bagi kesehatan mental remaja. (REUTERS/Sandra Sanders)
Menghentikan penggunaan nikotin, baik dari rokok tradisional maupun e-rokok, adalah tantangan besar. Ketergantungan nikotin sangat kuat, dan tingkat kekambuhan bagi mereka yang mencoba berhenti merokok sangat tinggi.
Diperkirakan 90 persen perokok yang mencoba berhenti akan mengalami kekambuhan pada suatu titik, banyak di antaranya dalam tiga bulan pertama. Bahkan setelah setahun berhenti, tingkat kekambuhan tetap signifikan, berkisar antara 60 persen hingga 90 persen.
Banyak individu yang mencoba berhenti mengalami gejala putus nikotin seperti iritabilitas, kecemasan, kesulitan berkonsentrasi, dan keinginan kuat untuk nikotin, yang dapat menyulitkan mereka untuk tetap berhenti dan sering mengalami kekambuhan.
Penelitian menunjukkan bahwa orang yang beralih dari merokok ke vaping sering kali masih berjuang dengan ketergantungan nikotin. Sebuah studi melaporkan masalah kekambuhan yang serupa di antara mantan perokok yang beralih ke vaping, menunjukkan bahwa ketergantungan nikotin tetap menjadi hambatan signifikan.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Channelnewsasia.com