Lemak trans ini bisa ningkatin risiko inflamasi di tubuh, termasuk di otak. Kalau otak kita kena peradangan terus-menerus, koneksi antar sel-sel otak jadi terganggu.
Nggak heran kalau kita jadi gampang capek, susah mikir, dan kurang responsif. Penelitian di Journal of Neurology, Neurosurgery & Psychiatry juga bilang kalau lemak trans berhubungan dengan penurunan performa memori.
Nah, yang sering banget dianggap aman tapi ternyata nyimpan bahaya tersembunyi adalah pemanis buatan kayak aspartam. Ini sering banget dipakai di produk-produk “diet” atau “bebas gula”.
Banyak orang ngira ini alternatif sehat buat gula biasa, tapi beberapa studi nunjukin kalau aspartam bisa ganggu keseimbangan neurotransmitter di otak.
Akibatnya, bisa muncul gejala kayak gelisah, gampang marah, sampai gangguan konsentrasi. Walaupun nggak semua orang langsung kena efeknya, tapi konsumsi jangka panjang tetap berisiko.
Terakhir, buat yang doyan seafood, kudu hati-hati sama racun alami yang namanya domoic acid. Racun ini kadang ada di kerang, remis, atau ikan yang hidup di perairan tertentu yang tercemar.
Kalau nggak hati-hati, bisa keracunan yang dampaknya langsung ke otak: mulai dari sakit kepala, linglung, amnesia, bahkan kejang. Kasus ini memang jarang, tapi tetap penting buat tahu sumber makanan laut yang kita konsumsi dan pastikan itu dari tempat yang aman.
Jadi, walaupun kelihatannya sepele, makanan dan minuman tadi bisa jadi musuh dalam diam buat otak kita. Bahayanya nggak langsung kelihatan, tapi efek jangka panjangnya nyata.
Mungkin sekarang kita Cuma ngerasa gampang lupa atau susah konsentrasi, tapi kalau terus-terusan dibiarkan, bisa merusak kualitas hidup kita di masa depan. Karena itu, lebih baik mulai sadar dari sekarang.
Kurangi makanan instan, batasi alkohol, dan pilih makanan yang segar dan alami. Otak kita butuh bahan bakar yang baik supaya tetap tajam, fokus, dan kuat seiring bertambahnya usia.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Washington Post