INDOZONE.ID - TBC atau tuberkulosis masih menjadi penyakit yang mengintai masyarakat. Untuk mengurangi jumlah penderita penyakit masih ada banyak tantangannya.
Ketua Tim Kerja TBC Kemenkes RI dr. Tiffany Tiara Pakasi, MA menyampaikan, penemuan kasus TBC dalam 2 tahun ke belakang, tepat di masa pandemi COVID-19 cukup terbengkalai, sehingga estimasi kasus TBC di tahun ini meningkat hingga 1.090.000.
“Paling banyak TBC di Indonesia terbanyak di kelompok usia produktif dan kasus yang ternotifikasi ke faskes masih lebih banyak pria, anak-anak ada tapi tidak sebanyak usia dewasa,” ungkap dr Tiara dalam acara Konferensi Pers Hari Tuberkulosis Sedunia 2025 di Jakarta.
Baca Juga: Waspada! TBC Tak Hanya Serang Paru-paru, Tapi Juga Usus
Walau pasien yang terdeteksi TBC lebih banyak pria usia produktif, mereka perlu segera diobati. Karena ini menjadi sumber penyakit menular untuk orang terdekatnya dan perlu dilakukan tindak lanjut.
Anak-anak penderita TBC jumlahnya juga cukup tinggi, yaitu sekira 200.000 anak. Tenaga kesehatan hanya ingin mencari sumber penularan dan tindakan pengobatan lebih lanjut.
“Pada anak yang kita mau temukan kalo ada anak-anak yang sakit kita cari mereka tertular dari mana, kalau anak sakit TBC kita cari sumber penularannya. Jangan sampai anak-anak generasi emas ini di usia produktif nanti kondisi paru-parunya kurang baik,” kata dr Tiara.
Meskipun demikian, penanggulangan TBC nasional memiliki Peraturan Presiden No.67 Tahun 2021 menegaskan bahwa semua pihak memiliki peran dalam penanggulangan TBC. Sehingga penemuan kasus di tahun 2024 sudah lebih baik.
“Pemerintah terus berkomitmen, sekarang TBC sudah menjadi isu prioritas dan sudah disampaikan juga oleh Presiden Prabowo di berbagai media, bahwa Indonesia komitmen dalam eliminasi TBC,” tutur Tiffany.
Dijelaskan lebih lanjut, tantangan dalam eliminasi TBC masih ada di masyarakat seperti stigma dan akses layanan yang belum merata.
“Stigma dan hoax di masyarakat masih sangat banyak, seperti target pemberian Terapi Pencegahan TBC (TPT) untuk kontak erat jadi tantangan yang harus diberikan pada orang sehat tapi sudah terinfeksi. Sehingga capaiannya masih rendah,” tambah dr Tiara.
Baca Juga: 4 Fakta Indonesia Perkuat Upaya Lawan TBC di Tengah Kekhawatiran Dampak Ekonomi
Komunitas penyintas TB. (Indozone)
Sementara itu, Direktur Eksekutif Stop TB Partnership Indonesia (STPI) dr. Henry Diatmo, MKM, menambahkan bahwa komunitas menjadi peran kunci di masyarakat karena mereka bersentuhan secara langsung dengan pasien maupun penyintas TBC.
Banyak organisasi yang bergerak di penanggulangan TBC seperti Stop TB Partnership Indonesia (STPI) dan PR Konsorsium Penabulu-STPI.
“Ini adalah tempat kami berjuang untuk memberikan dukungan pada pasien TBC, melakukan advokasi ke pemerintah, dan melibatkan swasta untuk upaya penanggulangan TBC. Dalam komunitas juga menjadi wadah untuk para pasien/penyintas mengadukan masalah sosial yang dialami dengan mengakses LaporTBC, sehingga pasien/penyintas TBC bisa merasa aman”, jelas dr Henry.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Liputan Langsung