INDOZONE.ID - Taylor Ice, seorang wanita dari Missouri, AS, membeberkan kisah pilu sang anak bernama Wrenley Ice yang terlahir tanpa mata.
Wrenley terlahir tanpa mata karena mengalami kelainan genetik yang tergolong langka.
Bahagia Hamil Anak Pertama
Bahtera rumah tangga Taylor Ice dan Robert Ice tak berjalan mulus. Keduanya resmi menikah pada 2021, namun Taylor baru positif hamil di awal tahun 2023.
Saat melakukan USG hingga tes genetik, tim medis memberitahu bahwa anak yang dikandung Taylor dalam kondisi sehat.
Tepat pada 6 November 2023, Taylor melahirkan anak pertamanya yang diberi nama Wrenley Ice. Bayinya lahir dengan berat 6 pon, 10 ons.
"Setiap kali saya mendengarnya, saya langsung menangis, dan kemudian, melihatnya, itu sempurna," ujar Taylor, seperti dikutip dari Valleynewslive.
Baca Juga: Mengenal Galaktosemia, Salah Satu Penyakit Langka yang Bisa Dialami Bayi Baru Lahir
Wrenley Terlahir tanpa Mata
Meski diselimuti bahagia, tapi kebingungan mulai melanda Taylor, lantaran Wrenley tak pernah membuka matanya.
Namun perawat menyebut bahwa bayinya tidak langsung membuka mata, karena di dalam rahim gelap.
"Saya memperhatikan dia tidak membuka matanya, jadi saya bertanya kepada perawat. Dia mengatakan kepada saya, 'Di dalam rahim, cuacanya gelap, jadi biasanya mereka tidak langsung membuka mata'," tambah Taylor.
Taylor tak percaya dengan ucapan perawat itu, dan langsung bertanya kepada dokter. Alangkah terkejutnya Taylor saat dokter menyebut jika Wrenley tidak memiliki mata.
"Dia bilang, 'Putrimu tidak punya mata', dan mengatakannya dengan blak-blakan. Saya hanya memandangnya dan berkata, 'Apa maksudmu'," ungkapnya.
Masih juga belum puas, Taylor dan Robert kemudian pergi ke Rumah Sakit Anak di St. Louis, sehari setelah Taylor melakukan operasi caesar Wrenley.
Taylor dan Robert menghabiskan waktu hingga sembilan hari, untuk menjalai proses diagnosis yang tidak mudah terhadap Wrenley.
"Bagi saya, hal ini membingungkan karena satu diagnosis mengarah ke diagnosis lain, yang sebenarnya ada di dalam diagnosis itu. Banyak hal yang bisa diambil dalam satu waktu. Jadi, setiap kali kami mendapat diagnosis baru, kami hanya meneliti dan meneliti," ungkap Robert.
Baca Juga: Bahaya Asap Rokok untuk Kesehatan Wanita Hamil, Tingkatkan Risiko Keguguran hingga Bayi Lahir Prematur
Dokter kemudian menjelaskan bahwa Wrenley lahir tanpa jaringan mata, tanpa saraf optik dan tidak menghasilkan hormon stres yang disebut kortisol. Kelopak matanya pun tertutup rapat.
Namun tim medis yang memeriksa masih tidak mengerti alasan di balik kondisi Wrenley. Mereka kemudian memanggil dr. Nate Jensen, ahli genetika yang terkejut dengan keadaan Wrenley.
"Ini adalah kondisi yang sangat langka. Ada kurang dari 30 kasus yang dijelaskan di dunia," kata Jensen.
Dokter menyebut ada kelainan pada gen Wrenley yang disebut PRR-12. Dalam beberapa kasus, kondisi ini bisa mempengaruhi salah satu mata saja.
"Beberapa pasien dengan perubahan gen yang sama mungkin mengalami gangguan pada salah satu matanya, dan mungkin tidak ada sama sekali atau mungkin hanya lebih kecil. Dalam kasus Wrenley, kedua matanya terpengaruh, dan keduanya sama sekali tidak ada," jelas Jensen.
Lebih lanjut Jensen mengatakan bahwa penelitian terkait kondisi yang dialami Wrenley terbatas. Namun keadaan tersebut dapat berdampak pada perkembangan dan intelektual Wrenley.
Jensen juga menyebut, ada kemungkinan 50 persen Wrenley bisa menularkan kelainan ini kepada anak-anak lainnya di masa depan.
"Tidak ada tindakan yang dilakukan orang tua Wrenley yang menyebabkan hal ini. Tidak ada yang bisa mereka lakukan untuk mencegahnya. Itu benar-benar acak," ungkapnya.
Meski tidak memiliki mata, namun bagi Taylor dan Robert, kehadiran Wrenley menyempurnakan hari-hari mereka.
"Dalam jangka panjang, saya merasa kamilah yang dipilih untuk membantunya selama ini dan kami juga akan belajar darinya," tambahnya.
Wrenley dikabarkan akan segera menjalani operasi untuk membuka kelopak matanya. Pihak keluarga juga menyebut butuh spacer untuk membantu struktur wajahnya berkembang dengan baik.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: New York Post