INDOZONE.ID - Depresi merupakan kondisi kompleks yang dapat dipengaruhi berbagai faktor biologis, psikologis, dan sosial. Secara tradisional, depresi sering ditangani dengan obat-obatan untuk faktor biologis, dan terapi psikologis untuk faktor sosial dan emosional.
Namun, pendekatan tersebut mulai ditinggalkan seiring dengan berkembangnya penelitian dalam ilmu saraf.
Dikutip dari Healthline, studi terbaru menunjukkan, baik obat-obatan maupun terapi psikologis, dapat menghasilkan perubahan serupa dalam fungsi otak, sehingga keduanya dapat dikategorikan sebagai pengobatan biologis.
Oleh karena itu, pedoman medis saat ini semakin merekomendasikan psikoterapi sebagai pilihan utama. Baik sebagai metode tunggal, maupun dikombinasikan dengan obat antidepresan.
Baca Juga: Mengenal ‘Lycopene’, Kandungan di dalam Tomat yang Berpotensi Atasi Depresi: Ini Penjelasannya
Jenis Terapi yang Digunakan untuk Atasi Depresi
Berikut adalah beberapa jenis terapi yang paling sering digunakan dalam menangani depresi:
1. Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
Terapi Kognitif Perilaku (CBT) adalah pendekatan berbasis bukti, yang membantu pasien mengidentifikasi dan mengubah pola pikir negatif, yang memengaruhi emosi serta perilaku mereka.
Terapi ini berfokus pada hubungan antara pikiran, perasaan, dan tindakan. Lalu, mengajarkan pasien cara menantang dan mengganti pikiran negatif dengan yang lebih seimbang.
- Efektivitas CBT dalam menangani depresi telah didukung oleh banyak penelitian.
- Meta-analisis dari 115 studi menunjukkan, CBT sangat efektif dalam mengatasi depresi.
- Kombinasi CBT dan obat-obatan memberikan hasil yang lebih baik, dibandingkan hanya menggunakan obat saja.
- Pasien yang menjalani CBT memiliki tingkat kekambuhan lebih rendah, dibandingkan mereka yang hanya mengandalkan obat antidepresan.
2. Interpersonal Therapy (IPT)
Terapi Interpersonal (IPT) berfokus pada bagaimana hubungan sosial seseorang, memengaruhi kesehatan mentalnya. Terapi ini sangat efektif untuk menangani depresi yang dipicu oleh konflik dalam hubungan.
IPT biasanya dilakukan dalam 12-16 sesi, dan bertujuan untuk:
- Mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah hubungan
- Meningkatkan keterampilan komunikasi
- Membangun jaringan dukungan sosial
Penelitian tahun 2020 menemukan, IPT lebih efektif dalam mengurangi gejala depresi dan meningkatkan performa kerja dibandingkan dengan perawatan standar.
3. Mindfulness-Based Therapies
Terapi berbasis mindfulness bertujuan untuk membantu pasien mengembangkan kesadaran penuh terhadap momen saat ini, tanpa terjebak dalam pikiran negatif.
Jenis terapi yang termasuk dalam kategori ini:
- Mindfulness-Based Cognitive Therapy (MBCT): Menggabungkan CBT dengan teknik meditasi mindfulness.
- Mindfulness-Based Stress Reduction (MBSR): Membantu pasien mengelola stres dan kecemasan yang berkontribusi pada depresi.
Terapi ini mengajarkan pasien untuk:
- Mengamati pikiran dan emosi tanpa bereaksi berlebihan
- Mengenali pola pikir negatif dan mengelolanya secara lebih bijak
- Mengembangkan sikap penerimaan diri yang lebih baik
Baca Juga: Awas! Penggunaan Layar Pada Anak-anak Bisa Berisiko Depresi dan Kecemasan
4. Dialectical Behavior Therapy (DBT)
Terapi Perilaku Dialektis (DBT) adalah pendekatan yang awalnya dikembangkan untuk gangguan kepribadian borderline, tetapi juga efektif dalam mengatasi depresi.
DBT menggabungkan teknik CBT dengan mindfulness, untuk membantu pasien:
- Mengatur emosi dengan lebih baik
- Menoleransi stres dengan lebih efektif
- Meningkatkan keterampilan interpersonal
5. Psychodynamic Therapy
Terapi Psikodinamis berakar pada teori yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan Carl Jung.
Terapi ini berfokus pada proses bawah sadar serta konflik emosional, yang belum terselesaikan, dan dapat berkontribusi pada depresi. Manfaat terapi ini:
- Membantu pasien memahami hubungan antara pengalaman masa lalu dan kondisi emosional saat ini
- Meningkatkan kesadaran diri dan pemahaman tentang pola perilaku yang berulang
- Penelitian terbaru mendukung efektivitasnya dalam menangani depresi
Teknik Efektif dalam Atasi Depresi
Selain terapi utama, ada beberapa teknik spesifik yang digunakan dalam pengobatan depresi:
- Behavioral Activation: Mengajak pasien kembali melakukan aktivitas yang menyenangkan, untuk memperbaiki suasana hati.
- Problem-Solving Skills: Melatih pasien untuk mengatasi masalah secara efektif, guna mengurangi rasa tidak berdaya.
- Mood Monitoring: Membantu pasien mengenali pola emosi mereka, dan memprediksi pemicu depresi.
- Goal Setting: Menetapkan tujuan yang realistis untuk meningkatkan motivasi dan kepercayaan diri.
- Cognitive Restructuring: Mengubah pola pikir negatif menjadi lebih seimbang dan rasional.
- Mindfulness & Meditation: Membantu pasien mengelola emosi dan stres dengan lebih baik.
- Relaxation Techniques: Melibatkan teknik seperti pernapasan dalam dan relaksasi otot progresif untuk mengurangi kecemasan.
- Gratitude Journaling: Menulis hal-hal positif dalam kehidupan sehari-hari untuk meningkatkan perasaan bahagia.
Baca Juga: Mengapa Gejala Depresi Sering Muncul di Malam Hari? Ini Penjelasannya
Kapan Terapi Perlu Dikombinasikan dengan Obat?
Obat antidepresan dapat dipertimbangkan jika:
- Gejala depresi sangat parah
- Terapi saja belum memberikan hasil yang signifikan
Pendekatan kombinasi (terapi + obat) sering kali menjadi solusi terbaik untuk mengelola depresi secara efektif. Namun, keputusan ini harus dibuat bersama dengan tenaga medis, untuk memastikan pilihan pengobatan yang paling sesuai dengan kondisi pasien.
Perlu diketahui, tidak ada satu jenis terapi terbaik untuk semua orang. Pemilihan metode terapi tergantung pada kebutuhan, preferensi, dan kondisi individu.
Namun, CBT adalah terapi yang paling banyak digunakan dan diteliti, dengan tingkat keberhasilan tinggi dalam menangani depresi.
Dengan berbagai pilihan terapi yang tersedia, penting bagi penderita depresi untuk berkonsultasi dengan profesional kesehatan mental, guna menemukan pendekatan yang paling efektif bagi mereka.
Kesembuhan mungkin membutuhkan waktu, tetapi dengan perawatan yang tepat, depresi dapat dikelola dan diatasi.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Healthline