Langkah inovatif ini menuai beragam reaksi dari mahasiswa dan warganet.
Banyak yang mengapresiasi ide tersebut sebagai cara untuk mengubah cara pandang terhadap penghormatan dalam dunia pendidikan.
Di media sosial, video ini menjadi viral dengan banyak komentar positif.
Namun, ada juga yang mempertanyakan langkah tersebut, dengan alasan bahwa tepuk tangan adalah tradisi umum dalam menunjukkan rasa hormat.
Keputusan dosen ini sejalan dengan tren global yang mendorong perubahan paradigma dalam pendidikan.
Hierarki kaku yang selama ini mendominasi hubungan antara pengajar dan mahasiswa perlahan mulai ditinggalkan.
Dalam konteks ini, dosen Oxford tersebut mencoba membangun suasana kelas yang inklusif dan dialogis.
Pendekatan ini tidak hanya relevan dalam pendidikan tinggi, tetapi juga memberikan pelajaran penting tentang bagaimana manusia dapat saling menghormati tanpa perlu membedakan status atau peran.
Langkah sederhana ini mengingatkan bahwa pendidikan memiliki potensi untuk menjadi alat perubahan sosial.
Dengan menekankan pentingnya aksi nyata, seperti membantu petugas kebersihan, ajaran dosen ini menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan tidak hanya tentang teori, tetapi juga tentang bagaimana nilai-nilai kemanusiaan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Baca Juga: Keren dan Unik! Guru Besar Sejarah Nembang Jawa saat Pidato Pengukuhan Guru Besar Undip 2023
Kisah dosen Oxford menolak tepuk tangan ini menjadi contoh bagaimana institusi pendidikan ternama seperti Universitas Oxford tidak hanya fokus pada prestasi akademik, tetapi juga pada pengembangan karakter dan nilai-nilai kemanusiaan.
Melalui tindakan sederhana ini, sang dosen mengajarkan bahwa penghargaan sejati tidak selalu datang dalam bentuk tepuk tangan, melainkan dari aksi nyata yang memberikan dampak positif bagi orang lain.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: YouTube, Instagram