Imam Musthofa Zainuddin dari WWF Indonesia menyampaikan bahwa diskusi ini akan membedah data, berbagi pembelajaran, dan mencari solusi strategis.
“Inisiatif ini tidak hanya memberikan manfaat bagi perlindungan keanekaragaman hayati, tetapi juga berkontribusi pada pelestarian karbon biru dan penghidupan berkelanjutan bagi masyarakat pesisir,” jelasnya.
Hari Kushardanto dari RARE Indonesia menekankan pentingnya mengenalkan pendekatan OECM kepada publik.
Selama ini, kawasan konservasi hanya dikenal lewat status formal seperti taman laut atau cagar alam.
Padahal, banyak wilayah adat atau komunitas lokal yang sudah lama menjaga lautnya dengan kearifan sendiri.
“OECM juga memiliki peran penting, dengan potensi kontribusi tinggi sekitar 10 juta hektar,” katanya.
Melalui panduan nasional yang sedang disiapkan, wilayah seperti ini bisa diakui secara resmi tanpa harus menjadi kawasan konservasi formal.
Dina D. Kossah dari Pesisir Lestari (Pelestari) menegaskan, masyarakat lokal harus jadi bagian utama dari upaya perlindungan laut.
Menurutnya, keberhasilan konservasi tidak akan bertahan lama jika masyarakat tidak dilibatkan sejak awal.
“Keberhasilan jangka panjang perlindungan kawasan konservasi sangat bergantung pada keterlibatan masyarakat, termasuk lembaga adat, kelompok perempuan, dan komunitas pengelola lokal,” ucapnya.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Liputan