Pada akhir tahun 1800-an, seorang peneliti bernama Christian Gram menggunakan Streptococcus pneumoniae untuk mengembangkan teknik pewarnaan dinding sel, yang sekarang dikenal sebagai pewarnaan Gram.
Teknik ini membantu mengidentifikasi bakteri tersebut sebagai gram positif. Penelitian lanjutan di awal 1900-an menunjukkan bagaimana struktur fisik bakteri mempengaruhi interaksinya dengan sistem kekebalan tubuh.
Dinding sel Streptococcus pneumoniae dilindungi oleh lapisan tebal polisakarida, yang membuatnya lebih sulit untuk dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh.
Lapisan ini meningkatkan kemampuan bakteri untuk penyebab penyakit dan membatasi cara tubuh melawan infeksi.
Pada tahun 1923, dua ilmuwan bernama Heidelberger dan Avery, melakukan studi penting yang memperdalam pemahaman kita tentang bagaimana sistem kekebalan tubuh memproduksi antibodi untuk melawan bakteri.
Penelitian mereka menunjukkan bahwa bakteri yang dilindungi oleh lapisan tebal ini hanya bisa dihancurkan oleh antibodi yang diproduksi oleh sel B, menyoroti pentingnya kekebalan antibodi dalam melawan infeksi pneumonia.
Ilustrasi paru paru dengan penyakit pneumonia dan sejarah pengobatannya. (freepik.com)
Selama akhir 1800-an dan awal 1900-an, pneumonia adalah penyebab utama kematian akibat penyakit menular dan menjadi penyebab kematian ketiga secara keseluruhan.
Mengobati pasien pneumonia menjadi perhatian utama bidang kesehatan. Pada masa itu, banyak kuman penyebab penyakit ditemukan.
Kemudian, ada teknik baru yang disebut terapi antiserum yang mulai digunakan. Pada tahun 1913, terapi serum anti-pneumokokus, jika diberikan pada tahap awal penyakit, mampu mengurangi angka kematian dari 25% menjadi 7,5%.
Namun, metode ini lambat, mahal, dan memakan waktu lama. Pada tahun 1930-an, obat antibakteri pertama, sulfapiridin, diperkenalkan.
Meskipun sulfapiridin terkenal ketika digunakan untuk mengobati pneumonia bakteri Winston Churchill pada tahun 1942, obat ini cepat ditinggalkan setelah ditemukannya antibiotik penisilin pada awal 1940-an.
Penggunaan antibiotik sebagai cara pengobatan pneumonia terus berlanjut sepanjang 1900-an.
Namun, penggunaan antibiotik yang berlebihan menyebabkan munculnya bakteri Streptococcus pneumoniae yang kebal terhadap penisilin, yang menjadi perhatian besar bagi komunitas medis.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: News-medical.net