INDOZONE.ID - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan Monkeypox (Mpox) sebagai keadaan darurat kesehatan masyarakat global atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) sejak Rabu (14/8/2024) lalu.
Penetapan tersebut dilakukan setelah wabah infeksi virus di Republik Demokratik Kongo menyebar ke negara-negara tetangga.
WHO meningkatkan status ke dalam PHEIC dengan tujuan mempercepat penelitian, pendanaan, tindakan kesehatan masyarakat internasional, serta kerja sama untuk mengatasi masalah tersebut.
Baca Juga: Bandara Soetta Pasang Alat Skrining untuk Cegah Penyebaran Virus Mpox
Melansir Kementerian Kesehatan, Mpox adalah penyakit yang disebabkan oleh virus monkeypox. Virus tersebut berasal dari hewan dan menjadi penyakit ketika menular ke manusia. Penyakit ini juga dapat menyebar dari manusia ke manusia.
Mpox memiliki beberapa varian (clade) yang dapat menyebabkan wabah, yaitu clade Ia, clade Ib, dan clade IIb. Clade Ia dan Ib biasanya menyebabkan gejala yang lebih serius dibandingkan dengan clade IIb.
Namun, cara penularan clade Ib dan IIb umumnya melalui kontak seksual. Sebaliknya, clade Ia lebih sering menyebar melalui zoonosis, yaitu penularan dari hewan ke manusia.
Mpox menyebar dari orang ke orang melalui kontak dekat dengan seseorang yang memiliki ruam Mpox. Ini termasuk kontak tatap muka, kulit ke kulit, atau kontak seksual. WHO masih meneliti berapa lama seseorang dengan Mpox bisa menularkan penyakit ini.
Saat ini, seseorang bisa menularkan Mpox sampai semua lesi (kerusakan jaringan pada tubuh) mereka menjadi kerak, keraknya rontok, dan kulit baru terbentuk di bawahnya.
Lingkungan juga bisa terkontaminasi virus Monkeypox. Misalnya, jika orang yang terinfeksi menyentuh pakaian, tempat tidur, handuk, atau benda lainnya, dan orang lain kemudian menyentuh barang-barang tersebut, mereka bisa terinfeksi.
Virus juga bisa menyebar melalui serpihan kulit atau virus dari pakaian, tempat tidur, atau handuk yang terkontaminasi.
Bisul atau luka di mulut juga bisa menularkan virus. Virus ini dapat menyebar melalui kontak langsung dengan mulut, percikan ludah, atau cairan hidung.
Kemungkinan penularan melalui udara untuk Mpox belum sepenuhnya dipahami dan masih dalam penelitian.
Virus ini juga bisa menyebar dari ibu hamil ke janin saat melahirkan melalui kontak kulit ke kulit, atau dari orang tua yang terinfeksi Mpox ke bayi atau anak selama kontak dekat.
Walaupun ada laporan tentang infeksi tanpa gejala, belum jelas apakah orang yang tidak menunjukkan gejala bisa menyebarkan penyakit ini atau melalui cairan tubuh lainnya.
Potongan DNA virus Mpox telah ditemukan dalam air mani, tetapi belum diketahui apakah infeksi bisa menyebar melalui air mani, cairan vagina, cairan ketuban, ASI, atau darah.
Penelitian masih terus dilakukan untuk memahami lebih lanjut tentang kemungkinan penyebaran Mpox melalui cairan tubuh ini selama dan setelah infeksi.
Mpox dapat menular dari hewan ke manusia melalui kontak fisik langsung dengan hewan yang terinfeksi. Biasanya, hewan yang menjadi sumber penularan adalah hewan pengerat seperti tikus dan primata seperti monyet.
Untuk mengurangi risiko penularan Mpox dari hewan, perlu menghindari kontak dengan hewan liar, terutama yang tampak sakit atau mati. Ini juga termasuk menghindari kontak dengan daging atau darah hewan yang terinfeksi.
Upaya pengurangan risiko lainnya juga dapat dilakukan dengan pengolahan makanan yang tepat, seperti memastikan memasak daging atau bagian tubuh hewan dengan matang sebelum dikonsumsi. Hal ini agar virus yang mungkin ada terbunuh.
Mereka yang tinggal bersama atau memiliki kontak dekat, termasuk kontak seksual, dengan seseorang yang terinfeksi Mpox.
Profesional kesehatan yang merawat pasien dengan Mpox berisiko tinggi. Mereka harus selalu menerapkan prosedur Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) untuk melindungi diri.
Individu yang sering berinteraksi dengan hewan pengerat atau primata, seperti tikus atau monyet, dapat terinfeksi Mpox, terutama di daerah endemis atau daerah yang sering diterjang virus ini.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Kemenkes