Perjuangan Isteri Sedar, Organisasi Perempuan yang Menyuarakan Kesetaraan dan Perlawanan Sosial
INDOZONE.ID - Organisasi pergerakan perempuan Indonesia bernama Isteri Sedar, resmi didirikan oleh Soewarni Pringgodigdo, Nn Soedimah, dan Nn Djohaeni di Bandung, pada 22 Maret 1930.
Berbeda dengan organisasi perempuan lainnya, Isteri Sedar bersifat sekuler, mandiri, dan netral terhadap agama.
Para pendirinya bercita-cita untuk menciptakan sebuah wadah bagi perempuan yang bebas dalam menentukan arah dan program kerja, khususnya untuk memperjuangkan peningkatan kedudukan perempuan di Indonesia.
Pada masa kolonial, perempuan di Indonesia berada pada posisi yang tidak setara, tanpa perlindungan hukum yang memadai, dan seringkali menjadi korban praktik poligami serta perceraian yang diputuskan secara sepihak.
Berbagai faktor internal dan eksternal turut mendorong berdirinya organisasi ini.
Baca Juga: Tantangan Organisasi Perempuan Sebelum Kemerdekaan Indonesia
Di antaranya kesadaran nasional untuk melawan pernikahan usia dini, perceraian, prostitusi, hingga buta huruf yang tinggi di kalangan perempuan.
Di sisi lain, munculnya kelompok perempuan terdidik serta berkembangnya paham nasionalis-sekuler, menjadi alasan kuat bagi para pendiri Isteri Sedar untuk menyuarakan perbaikan kondisi perempuan.
Dengan tujuan meningkatkan posisi perempuan, menyetarakan hak dengan laki-laki, membentuk serikat pekerja perempuan, dan memberantas buta huruf, Isteri Sedar meluncurkan beberapa program kerja utama, antara lain sebagai berikut.
1. Meneliti masalah perempuan di negara yang merdeka.
2. Memberikan pendidikan bagi perempuan dengan dasar nasionalisme.
3. Menentang kondisi sosial seperti poligami, perceraian, kawin paksa, dan kesenjangan upah.
4. Menyelenggarakan kursus-kursus bagi perempuan.
5. Menerbitkan majalah untuk menyebarluaskan ide-ide mereka.
Periode Pertama (1931-1935): Kongres dan Kemajuan Awal
Pada 4-7 Juni 1931, Isteri Sedar menggelar kongres pertama di Batavia.
Kongres ini diisi pidato dari para tokoh penting organisasi.
Ny. Djoeheini menyampaikan pandangan tentang pendidikan, Nn. Moedinem berbicara mengenai buruh, Ny. Boerdah mengangkat isu sosial, dan Soewarni membahas politik serta ekonomi.
Isteri Sedar kemudian turut aktif dalam Kongres Perempuan Kedua yang diselenggarakan pada 20-24 Juli 1935 di Jakarta, dengan Soewarni Pringgodigdo sebagai wakil ketua.
Periode Kedua (1935-1942): Tantangan dan Keteguhan
Menghadapi dinamika pergerakan, Isteri Sedar memilih untuk keluar dari Kongres Perempuan Indonesia pada tahun 1935, akibat ketidaksepakatan dengan bagian istri dari Permi.
Baca Juga: Kontribusi Nyi Hadjar Dewantara bagi Gerakan Perempuan Masa Kolonial
Walaupun memutuskan berpisah, organisasi ini tetap beroperasi dan berhasil menggelar kongres keenam di Batavia pada tahun 1937.
Saat itu mereka membahas pencapaian selama tujuh tahun terakhir dan upaya lanjutan untuk meningkatkan posisi perempuan.
Periode Ketiga (1942): Masa Pendudukan Jepang dan Akhir Pergerakan
Setelah Jepang menduduki Indonesia pada 8 Maret 1942, perjuangan perempuan, termasuk Isteri Sedar, mengalami tekanan berat.
Jepang melarang segala bentuk pergerakan perempuan, dengan aktivitas organisasi diawasi ketat oleh kempetai (polisi militer Jepang).
Meskipun demikian, Isteri Sedar tetap berusaha mempertahankan jaringan dengan para pejuang, walaupun akhirnya harus membatasi kegiatan mereka.
Dengan seluruh upaya dan tantangan yang dihadapi, Isteri Sedar tetap menjadi salah satu organisasi perempuan yang memiliki kontribusi penting dalam perjuangan perempuan di Indonesia.
Kontribusi tersebut terutama dalam memperjuangkan kesetaraan dan hak perempuan di tengah kondisi kolonial yang menekan.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Jurnal Candi