Ilustrasi orang tua Gen Z mengasuh anak generasi alfa. (Freepik)
Kebohongan instrumental dapat berupa ancaman palsu, seperti "Jika kamu terus berperilaku nakal, saya akan memanggil polisi", atau janji palsu "Jika kamu menyelesaikan pekerjaan rumahmu, saya akan membawamu ke Disneyland".
Orangtua memberi kebohongan putih untuk menimbulkan emosi positif pada anak-anak, seperti memberi pujian kepada anak atas pekerjaan yang baik, meskipun sebenarnya tidak demikian.
Untuk menguji bagaimana kebohongan orangtua memengaruhi ketidakjujuran pada anak-anak, para peneliti NTU meneliti 1.128 peserta yang berasal dari studi Growing Up in Singapore Towards Healthy Outcomes (GUSTO), sebuah studi kohort yang bertujuan untuk memberdayakan populasi Singapura untuk bekerja menuju generasi berikutnya yang lebih sehat.
Peserta terdiri dari 564 anak, berusia 11 hingga 12 tahun, dan salah satu dari orang tua mereka. Para peneliti memilih kelompok usia anak-anak karena pada usia ini konsep berbohong anak-anak menjadi lebih canggih.
Peserta disurvei secara independen melalui kuesioner untuk mengumpulkan data tentang perilaku berbohong dari perspektif anak dan orang tua.
Dalam kuesioner pertama tentang kebohongan orangtua, peserta diberikan daftar kebohongan instrumental dan kebohongan putih.
Orang tua peserta diminta menilai, dalam skala 1 (sangat tidak setuju) hingga 5 (sangat setuju), apakah mereka pernah mengatakan hal serupa kepada anak-anak mereka.
Sementara peserta anak diminta untuk memberi skor pada skala lima poin yang sama apakah mereka pernah diberi kebohongan serupa, dan jika ya, seberapa banyak mereka percaya pada kebohongan tersebut.
Kuesioner kedua menilai perilaku berbohong anak-anak. Dalam skala 1 (tidak pernah) hingga 5 (selalu), peserta anak diminta seberapa sering mereka berbohong kepada orang tua mereka. Orang tua diminta seberapa sering anak-anak mereka berbohong kepada mereka.
Skor untuk setiap peserta kemudian ditabulasikan dan digunakan dalam analisis statistik untuk mencari tahu bagaimana kebohongan orangtua berhubungan dengan perilaku berbohong anak-anak, dan bagaimana hubungan ini dipengaruhi oleh kepercayaan anak-anak pada kebohongan tersebut.
Berdasarkan data dari perilaku berbohong orangtua yang dilaporkan oleh anak-anak dan orang tua, studi NTU menyarankan bahwa semakin banyak anak-anak diberi kebohongan instrumental, semakin mungkin mereka untuk berbohong kepada orang tua mereka, terlepas dari apakah anak-anak tahu bahwa mereka sedang diberi kebohongan.
Mengingat bagaimana kebohongan instrumental bisa memiliki efek pada patuh pada anak, para peneliti mengatakan bahwa anak-anak yang terpapar kebohongan semacam ini mungkin telah belajar bahwa kebohongan tersebut efektif untuk mencapai tujuan tertentu, sehingga sosialisasi mereka menggunakan lebih banyak kebohongan.
Penjelasan lainnya adalah bahwa penggunaan kebohongan instrumental, yang seringkali bersifat memaksa, mungkin telah menimbulkan perasaan negatif pada anak-anak.
Ini berpotensi untuk menegangkan hubungan orang tua-anak, dan dengan demikian menyumbang pada kemungkinan lebih tinggi anak-anak berbohong kepada orang tua mereka.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: NTU Singapura