Di sekolahnya, dirinya sering menjadi langganan juara kelas dengan berhasil mencapai peringkat tiga besar. Emil juga sempat mendapatkan pengalaman manis ketika menjadi juara 1 lomba matematika dalam olimpiade Sains Nasional Tingkat Mauju pada tahun 2023 silam.
Selain pandai dalam angka, dirinya juga mengklasifikasikan siswa kreatif dengan menulis cerpen pada Festival Lomba Siswa Nasional (FLS2N) jenjang SMA tingkat Kabupaten Mamuju Tengah.
Berbagai macam perlombaan tersebutlah yang membawa kini bisa berlangganan pendidikan dan menjadi mahasiswa UGM tanpa tes. Ia yakin jika akan ada hasil selama mau berusaha.
Baca Juga: Hari Ini Pengumuman UM CBT UGM 2024, Begini Cara Ceknya
“Dari awal memang saya sudah niat mau masuk UGM karena Yogyakarta terkenal dengan pendidikannya. Dulu saja sekolah SMP saya termasuk daerah 3T. Lalu SMA saya tidak masuk daftar ranking 1000 SMA terbaik di Indonesia, paling tidak saya bisa masuk ke kampus favorit,” katanya.
Kebahagiaan terlihat dari keluarga sekitar, terutama sang kakek, Made Yarnita (69). Hal tersebut mengingatkannya pada saat dirinya mengadu nasib sebagai seorang transmigran pada tahun 1983 naik kapal dari Buleleng, Bali bersama dengan ratusan keluarga lainya.
Baca Juga: Keren, Mahasiswa UGM Buat Batako Tahan Gempa dari Bahan Tak Terpakai!
Ia menyampaikan jika kenangan tersebut tak akan pernah hilang untuk bisa mencukupi kehidupan sehari-hari sebagai buruh tukang kayu. Sang kakek, Made Yarnita (69) nampak sumringah melihat sang cucu melanjutkan kuliah di kampus UGM.
Meski ia tak tahu banyak soal pendidikan. Namun Yarnita ingat persis bagaimana tahun 1983 ia mengajak istri dan anaknya baru satu, Kadek umur 3 tahun, berangkat naik kapal dari Buleleng, Bali, merantau ke Mamuju sebagai transmigran bersama ratusan kepala keluarga lainnya.
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi
Sumber: Ugm.ac.id